Tumpukan pasir nampak di sepanjang jalan raya desa Sijang. Beberapa truk terparkir di tepi jalan, sementara para sopir menepi di warung kopi. Keesokan harinya pasir yang tadinya menumpuk di pinggir jalan, kini telah rata menutup permukaan jalan sepanjang beberapa ratus meter. Alat berat perata jalan mondar mandir menggilas apapun yang dilewati tanpa ampun. Perlahan tapi pasti, tanah dan kerikil yang tadinya berhambur menjadi rata dan padat. Sebentar lagi bagian jalan ini siap untuk diaspal.
Desa Sijang, Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas berjarak sekitar 30 kilometer dari border (perbatasan) Aruk. Desa kecil yang menjadi bagian dari pembangunan perbatasan. Berada di jalur lintas negara membuat desa Sijang dan puluhan desa kecil lain turut merasakan ingar bingar pembangunan. Sudah sejak 2014 pembenahan akses menuju perbatasan digencarkan. Jalan aspal yang tadinya rusak parah dan sempit, kini berusaha diperlebar dan tentunya dibuat lapisan aspal baru yang mulus. Jembatan-jembatan yang rusak diperbaiki atau bahkan diganti jembatan baru yang lebih kokoh. Kelak, jalur lintas negara ini akan memudahkan perjalanan warga sekitar. Meski hingga saat ini mereka masih menikmati proses berupa bisingnya deru mesin dan debu-debu yang beterbangan sepanjang hari.
Kesibukan tidak hanya terjadi di jalan lintas negara saja, tetapi di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Aruk pun tak kalah sibuknya. Tumpukan material bangunan tersebar di berbagai sudut. Sama seperti jalan lintas Sambas – Aruk, pembangunan border ini pun masih dalam proses. Gapura dan gedung setengah jadi menghiasi sepanjang jalan menuju batas negara Malaysia. Tampaknya gedung-gedung besar dan gapura megah sebentar lagi akan menghiasi beranda depan.
Batas yang sederhana, hanya berupa pagar kusam setinggi 1,5 meter. Lebarnya tak lebih dari 30 meter, dengan pintu gerbang yang juga sederhana. Di sisi luar pagar terdapat tulisan “Jabatan Imigresen Malaysia”, sementara di balik pagar tampak bangunan kecil. Mungkin bangunan kecil itu adalah kantor imigrasi Malaysia, sesederhana itukah? Setelah didekati, ternyata kantor kecil itu tutup. Tak nampak aktivitas di dalam, hanya beberapa tukang ojeg Indon saja yang terlihat duduk-duduk santai menunggu penumpang.
Sepetak beranda mulai berbenah, mungkin hal yang sama juga terjadi di bagian beranda lain. Tak lama lagi, Indonesia akan memiliki beranda-beranda yang layak dan lebih megah. Daerah perbatasan yang dulu cenderung terabaikan, kini berusaha diubah citranya menjadi beranda depan yang patut dibanggakan. Jalan utama memang dalam proses menjadi layak, sementara border sebentar lagi akan memiliki gedung dan gapura megah. Tapi di pedalaman sepertinya tak jauh berubah. Akses menuju kampung-kampung masih selayaknya jalan di pedalaman. Beberapa kebutuhan pokok seperti gas dan gula pun masih tergantung dari Malaysia. Gaung pembangunan bisa jadi hanya terasa di sepanjang jalan lintas dan sekitar border. Sementara tak jauh di pedalaman tetap sunyi seperti biasa, tak banyak berubah.
Tapi apapun itu, perhatian pemerintah terhadap daerah perbatasan patut diapresiasi. Pembenahan beranda seperti ini sedikit banyak membuka peluang bagi daerah perbatasan yang penuh potensi. Pembangunan fisik ini mungkin menjadi pondasi pembangunan secara menyeluruh, atau mungkin hanya sekadar untuk meningkatkan gengsi.