Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ideologi Perdamaian Itu Bernama Pancasila

28 April 2017   06:03 Diperbarui: 28 April 2017   17:00 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila - http://ahadhie.blogspot.co.id

Dalam sebuah pengantar buku ‘Ilusi Negara Islam’, Gus Dur menuliskan sebuah pernyataan yang mengkin patut kita renungkan bersama. Mengingat saat ini banyak sekali masyarakat yang selalu membawa nilai-nilai agama, dalam setiap lini kehidupan. Sebenarnya tidak ada masalah juga, sepanjang pemahaman agamanya benar, tidak dilandasi ujaran kebencian dan kekeberasan. Pernyataan Gus Dur tersebut kurang lebih begini,”….Para pendiri bangsa sadar bahwa di dalam Pancasila tidak ada prinsip yang bertentangan dengan ajaran agama. Sebaliknya, prinsip-prinsip dalam Pancasila justru merefleksikan pesan-pesan utama semua agama, yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai maqashid al-syariah, yaitu kemaslahatan umum (al-maslahat al’ammah, the common good)...”

Mari kita renungkan kembali. Indonesia merupakan negara yang multi kultur. Beragama suku, budaya, dan agama ada dari Aceh hingga Papua. Karena keberagaman itulah, kita diajarkan untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Itulah kemudian yang dimaknai sebagai toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Hubungan interaksi sosial masyarakat begitu berjalan apik, tanpa mempersoalkan latar belakangnya apa, pekerjaannya apa, bahkan agamanya apa.  Semuanya hidup rukun.

Namun, hubungan interaksi sosial masyarakat akhir-akhir ini mulai terganggu. Kelompok radikal yang telah menyusup dan memanfaatkan kontestasi pilkada, telah membuat sebagian masyarakt terbelah. Sentimen SARA yang sempat muncul, butuh proses lama untuk dilakukan rekonsiliasi. Banyak orang mudah marah karena politik. Banyak orang yang mudah mengumbar ujaran kebencian karena berbeda agama. Dalam kondisi yang serba tidak menentu inilah, kemudian kelompok radikal kembali mewacanakan untuk mengganti Pancasila dengan khilafah.

Konsep demokrasi yang diterapkan di negara kesatuan republik Indonesia, dinilai tidak tepat karena merupakan produk barat. Pemerintah dianggap ‘kafir’ karena telah mengakomodir kepentingan barat, dan justru menindas rakyatnya sendiri. Pemahaman semacam ini terus dimunculkan, agar timbul nuansa kebencian diantara sesama manusia. Bukankah Allah SWT menganjurkan kita untuk saling mengenal satu dengan yang lain? Karena pada dasarnya manusia itu berbeda, maka mereka harus saling mengenal satu dengan yang lainnya. Bukan saling menyalahkan, menghujat dan menebar kebencian.

Saat ini, kelompok radikal telah menyusup dalam setiap lini kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya melalui forum seminar ataupun pengajian, tapi juga melalui lembaga pendidikan. Minimnya guru agama di sekolah-sekolah, dimanfaatkan untuk mengajarkan pemahaman agama yang salah. Tidak heran, jika banyak ditemukan oknum guru yang mengajarkan radikalisme. Salah satu contoh yang sempat muncul adalah, 14 sekolah menengah negeri di Cilacap Jawa Tengah, diduga oknum gurunya mengajarkan radikalisme. Usut punya usut, menurut forum kerukunan umat beragama, ternyata para oknum guru tersebut merupakan anggota salah satu kelompok radikal.

Kelompok radikal ini selalu merasa dirinya paling benar sendiri. Mereka tidak mau menerima kritik oto kritik. Mereka menolah demokrasi, NKRI dan Pancasila. Tapi disisi lain mereka memanfaatkan agenda politik praktis, untuk menyebarkan propaganda mereka. Atas dasar kebebasan berpendapat, mereka terus melakukan propaganda. Lalu, bukankah kebebasan berpendapat itu bagian dari demokrasi yang selama ini mereka tentang?

Mari kita sudah perselisihan ini. Jika kita mengaku sebagai umat muslim yang religius, sudah semestinya menjunjung tinggi Pancasila. Karena Pancasila pada dasarnya sudah sejalan dengan semua ajaran agama yang ada di Indonesia. Pancasila menjadikan nilai-nilai agama sebagai dasar. Karena itulah sila Ketuhanan Yang Maha Esa berada diurutan pertama. Jika pemahaman agamanya benar, maka manusia akan bisa memanusiakan manusia yang lain (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab). Dengan saling menghormati, menghargai dan tolong menolong akan tercipta tatanan sosial yang erat (Persatuan Indonesia). Nah, jika dalam perjalannya terjadi perbedaan pendapat, ada mekanisme musyawarah untuk mufakat (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan). Jika kita bisa menerapkan semua itu, akan tercipta tatanan masyarkaat yang sejahtera, adil dan makmur (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun