Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenikmatan Otomatis

17 September 2017   17:06 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:17 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang kita rasakan ketika bangun tidur tanpa alat medis yang menempel di tubuh kita?, atau apa yang kita rasakan ketika hidung bisa menghirup udara dengan lega?, bagaimana perasaan kita, ketika makan dan lidah masih merasakan setiap rasa?.

Beberapa dari kita mungkin menganggap hal itu sebagai sesuatu yang biasa. Pernahkah kita merenung bagaimana orang yang tidak mendapatkan “seperti apa yang kita miliki”?. Coba kita merenung, apa yang dirasakan kebanyakan orang yang di rumah sakit ketika mereka bangun banyak alat medis di tubuh mereka, sementara kita ketika bangun masih berselimutkan kain yang hangat. Atau, udara yang kita hirup saat ini mungkin udara yang sejuk. Bagaimana dengan banyak saudara kita yang berada di tengah-tengah gempuran senjata dan misil yang merobohkan bangunan mereka?, bukan udara yang segar yang mereka hirup, tapi debu-debu reruntuhan bangunan.

Begitulah mungkin perbandingan apa yang kita rasakan dan apa yang orang lain mungkin tidak merasakan apa yang kita rasakan. Nikamt-nikmat yang tidak orang lain rasakan seperti apa yang kita rasakan sangat diimpikan oleh mereka. Lantas apakah kita masih menganggap kenikmatan yang kita rasakan saat ini adalah sesuatu yang “BIASA”?. Apakah sudah otomatis ketika orang tidur kemudian akan bangun?, punya telinga otomatis bisa mendengar?, atau punya mata otomatis bisa melihat?.

Memang sungguh tak bisa kita menghitung nikmat yang Allah berikan kepada kita ini, walaupun kita tulis nikmat itu dengan pena yang terbuat dari pohon dan tintanya dari lautan, maka tak terhitung nikmat yang Allah berikan. “Maka nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?”.

Allah berfirman, "Wahai manusia! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan Bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapa kamu berpaling (dari ketauhidan)?". (QS. Fatir 35: Ayat 3). Meskpiun manusia itu terkadang atau bahkan sering ingkar kepada Allah, tak dijalankan perintahNya, bahkan laranganNya sering tak ia indahkan, tapi tetap saja hidung bisa bernafas, mata masih bisa melihat, dan mulut bisa bicara. Bukankah itu nikmat yang Allah berikan kepada kita?, walaupun di saat kita melakukan kemaksiatan terhadapNya.

Kenikmatan yang terkadang sudah biasa kita nikmati bahkan setiap hari seolah tidak cukup mungkin bagi kita. Apakah salah ketika manusia ingin sessuatu yang lebih?, tentu tidak salah, tapi jangalah berlebihan. Sesuatu bisa kita nikmati adalah apabila “CUKUP” tidak lebih. Kita bisa merasakan kenikmatan memakai sepatu karena sepatu itu CUKUP bisa kita pakai. Rumah bisa kita nikmati apabila CUKUP bisa digunakan untuk bertempat tinggal keluarga. Justru kelebihan-kelebihan bagi orang yang lebih hendaknya memperhatikan saudaranya yang masih KURANG. Lebih baik kita CUKUP dan lebihnya kita berikan kepada yang KURANG. Begitulah suri tauladan yang diberikan Nabi Muhammad, beliau pribadi yang sederhana walaupun ketika dihitung hartanya beliau adalah orang yang teramat kaya.

Jangan lah kita sampai merasa bahwa apa yang kita nikmati saat ini adalah sesuatu yang biasa, sehingga kita lalai untuk bersyukur kepadaNya. Orang akan sadar bahwa makan dengan nikmat adalah suatu kenikmatan ketika panas dalam sariawan sedang melandanya. Orang akan sadar nikmatnya menjalani aktivitas sehari-hari ketika bencana alam datang kepada mereka.

Janganlah kita baru tersadar ketika sesuatu yang kita nikmati tiba-tiba terenggut paksa dan kita tiada daya menolaknya. Allah mengingatkan kepada kita semua, Allah berfirman, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.". (QS. Ibrahim 14: Ayat 7).

Maka disebabkan rahmat Allah lah kita merasakan nikmat, apa yang harus kita lakukan adalah berikhtiar untuk terus bersyukur dan mengingatnya setia saat, walaupun terkadang kita lupa, maka berusahalah untuk mencari cara agar kita mampu mengingatNya. Berusaha semaksimal mungkin agar tidak bermaksiat terhadapNya, walapun kita terus bermaksiat, maka jangan lah lupa mengucap Istighfar dikala kita ingat akan perbuatan ingkar kita. Bukankah itu adalah kenikmatan yang Allah berikan kepada kita?. “Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun