Mohon tunggu...
Diki Febrianto
Diki Febrianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Sepanjang Masa

Pembaca, Pembelajar, Penulis dan Penerjang Ketakutan. Berupaya untuk selalu bermanfaat untuk orang lain. Pengagum Sayyidinaa Muhammad, Khulafarrasyidin, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz,. Terkesan dengan Soekarno, Idola Muhammad Natsir, Buya Hamka dan Kasman Singodimedjo, dan Pecinta Shaikhona Kholil, KH. Hasyim As'ary, KH Ahmad Dahlan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

2019, Apa Kabar Novel Baswedan?

2 Mei 2019   17:17 Diperbarui: 2 Mei 2019   17:47 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jika kamu masih merasa seorang MAHAsiswa maka berteriaklah pada pemerintah, sampai mana kasus MEGA-korupsi e-KTP yang merampas hak rakyat dan merugikan negara, triliunan rupiah" kata-kata tersebut disampaikan oleh Purnawan Basundoro dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga di ruang kelas mata kuliah Sejarah Perkotaan yang bernas merasuk dalam jiwa dan membuat saya menanyakan kembali, apakah saya seorang mahasiswa? Atau budak akademis yang apatis problematika negara.

MAHAsiswa bukan merupakan seorang yang pada tahap sekedar (pem)belajar, akan tetapi peka terhadap permasalahan negara, resah dan argumentatif serta solutif terhadap permasalahan lingkungan sekitar (problems around). Dalam hal ini negara sedang tidak baik-baik saja dengan kasus Mega-korupsi-nya Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang melibatkan para petinggi perwakilan rakyat.

Maha-Karya Harapan Bangsa

Kasus mega-korupsi proyek e-KTP sebenarnya sudah menjadi problem lama sejak diterjunkan, pada proyek awal bulan Agustus 2011 sudah terendus kotornya oleh polisi terkait tendernya yang korup. Kemudian pada bulan September 2011 Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan beberapa tersangka. Kasus ini semakin terang pada tahun 2014 setelah KPK menetapkan eks Direktur Pengelolaan Informasi Kepependuduan di Direktorat Kepependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sugiharto, sebagai tersangka terkait e-KTP (detik.com, 09/03/2017).

Puncaknya pada tahun 2016-2017 kasus ini menjadi perhatian nasional setelah disebutnya orang-orang penting seperti Irman eks Dirjen Kementrian Dalam Negeri sebagai tersangka, bahkan kasus ini merambat pada nama-nama penting Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyeret nama ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang baru Setya Novanto dan ketua DPR sebelumnya Marzuki Ali. Atas kasus ini negara ditaksir kehilangan uang (kerugian) sekitar Rp 2,3 triliun.

Sungguh menyedihkan, partai-partai disinyalir berdiri untuk menyalurkan aspirasi rakyat, dengan bangga memberikan fakta yang meyakinkan menjadi heboh tempat tikus menghisap hak rakyat dengan kewenangannya. Sungguh sangat hebat mahakarya harapan bumi pertiwi, berdiri ada untuk negeri, menciptkan karya yang luar biasa, korupsi isitkomah berjemaah, saling tunjuk imam. Siapa dalang dibalik semua permain ini, masih belum jelas, keberanian anak bangsa dengan tegas mengungkap pun barnas menjadi sasaran premanisme.

Novel Baswedan dan Kasus e-KTP

Namanya melejit setelah beberapa kali dapat menuntaskan perkara-perkara korupsi kelas kakap, diantaranya dapat menangkap M. Nazarauddin eks Bendahara umum Partai Demokrat dengan segudang kontroversinya dan tindak korupnya, mengungkap kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia yang menetapkan Nunun Nurbaety sebagai tersangka, mengungkap kasus wisma atlet yang menyeret nama politisi artis cantik anggota DPR Angelena Sondakh, dan membongkar kasus jual-beli Pemilukada yang menyeret nama besar instansi kehormatan negara eks ketua Mahkamah konstitusi (MK) Akil Mochtar, serta kasus-kasus besar lainnya.

Termasuk dalam kasus mega korupsi proyek e-KTP Novel tercatat sebagai tim penyidik yang memiliki peranan besar di dalamnya. Novel dengan tegas membantah tudingan tersangka pemberian informasi palsu kasus e-KTP anggota DPR Fraksi Hanura Miryam S Miryani yang mengaku ditekan oleh penyidik KPK sehingga menandatangi berita acara pemeriksaan (BAP), pihak KPK juga memiliki bukti rekaman videonya yang menunjukan tidak adanya intervensi sama sekali oleh tim penyidik. Bahkan Novel dengan gamblang pada persidangan tersebut Miryam lah yang di intervensi oleh anggota DPR, dia menyebutkan nama-namanya yang diperoleh dari BAP Miryam.

Namun perjuangan Novel dalam membongkar kasus e-KTP harus terhenti, setelah seketika dia siram air keras oleh dua orang tak dikenal yang menaiki motor tiga bulan lalu (11/4/2017). Kejadian tersebut mengakibatkan dirinya di rujuk ke rumah sakit di Singapura untuk penanganan intensif. Dirinya dipaksakan untuk mengorbankan matanya yang hingga sekarang khusus dibagian kiri matanya belum sembuh total. Mata kirinya melepuh yang direkomendasikan oleh dokter untuk di operasi. Sedangkan mata kanannya terus mengalami perbaikan akan tetapi masih ada masalah di retinanya.

Musibah yang menimpanya hingga saat ini masih belum menemui titik terang siapa yang berniat buruk padanya. Mungkin menguak kasus Novel tak semudah mengejar "kasus" Habib Rizieq atau kasus "makar". Namun, apabila terlalu lama, jejak pelaku bisa makin kabur (detik.com, 28/06/2017). Terlepas apakah kasus penyerangan tersebut adalah bagian motif untuk membungkam penyidik penyingkap korupsi dalam hal ini KPK atau tidak, aparat dan pemerintah harusnya tidak lamban menyelesaikan kasus ini. Berbagai bukti berupa cctv, saksi dan informasi dari korban harusnya telah memberikan kabar kepada publik apa dan siapa pelakunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun