Teh, salah satu minuman yang familiar dan menjadi satu dari 3 minuman utama yang nonalkohol. Teh sudah dikenal seantero jagat. Tidak ada yang bisa mengenal secara pasti sejak kapan teh itu dikonsumsi. Sejarah mencatat jika pada 618-907 SM pada Dinasti Tang, di Tiongkok sudah dikenal budaya minum teh. Pada waktu itu, teh menjadi minuman yang istimewa dan mewah, bahkan hanya kalangan bangsawan yang bisa menikmatinya.
Seistimewakah teh itu dan mengapa demikian? Jika teh begitu istimewa pada waktu itu, bagaimana saat ini. Saat ini teh bukan lagi sesuatu yang istimewa. Dari restoran kelas atah hingga warung emperan juga menyediakan teh. Dari teh seharga ratusan ribu hingga yang hanya seribu segelas juga bisa terbeli. Teh tak lagi menjadi seistimewa seperti pada zaman Dinasti Tang pada waktu itu atau seperti di Asia Timur pada saat ini yang masih benar-benar mengistimewakan teh.
Dalam pengolahan teh, secara prinsip hanya ada 3 proses, yakni nonfermented (tanpa pelayuan), semifermented (semi pelayuan), dan full fermented (pelayuan penuh). Dari 3 proses pengolahan tersebut yang nantinya akan menghasilkan 12 jenis teh yang akan menjadi penentu citarasa, aroma, warna, dan tentu saja harga yang berimplikasi pada daya beli dan selera.
Jepang memiliki standar pengolahan teh yang ketat. Lewat proses pengolahan teh akan menghasilkan teh jenis tertentu dan nama khusus. Teh yang tidak dilayukan (non fermented), yakni daun teh segar akan di kukus menjadi 6 jenis teh; sencha, gyokuru, kabusecha, tencha, tamaryokucha, dan bancha. Teh ini memiliki rasa pahit dan sepat yang kuat, begitu juga dengan aroma, tetapi warna masih nampak kuning kehijauan. Orang Jawa bisa mengonsumsi teh ini dengan cara memetiknya lalu direbus, ada yang dicampur dengan sedikit garam dapur ada juga yang dicampur dengan gula kelapa. Orang Jawa menamakan teh dengan model pengolahan ini dengan teh trasan.
Proses pengolahan teh yang kedua adalah dengan semipelayuan (semifermented), yakni dengan membuat teh layu/lemas. Proses ini bertujuan mengurangi kadar air dan menghambat reaksi biokimia-enzimatis. Daun-daun teh dipaksa untuk memperlambat reaksi biokimia. Pada pengolahan semi fermented dihasilkan 3 jenis teh, yaitu; pauchong, jasmine, dan oolong tea. Teh jenis inilah yang terkenal dan banyak di pasaran. Jasmine tea dikenal dengan teh yang aromanya harum karena ditambah dengan aroma bunga melati. Oolong tea ditambahkan aroma, perisa dan warna cokelat sehingga akan menghasilkan citarasa yang khas.
Dari pengolahan teh, secara prinsip disimpulkan teh dibedakan menjadi 2, yakni; green tea/teh hijau dan teh hitam. Teh yang tidak mengalami proses pelayuan/fermentasi akan masih terdapat zat klorofil/zat hijau daun. Jika teh tersebut diseduh makan akan masih nampak warna kehijauan, sehingga disebut teh hijau atau teh yang tidak difermentasi. Teh hitam adalah teh yang prosesnya mengalami pelayuan dan fermentasi, yang akibatnya klorofil terdegradasi sehingga teh akan berwarna kuning, cokelat, dan kemerahan.