Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tebarkan Virus Peduli Sesama di Transportasi Publik

25 Februari 2017   21:36 Diperbarui: 26 Februari 2017   06:00 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat lengang KCJ memang nyaman, tapi saat jam sibuk di situlah ujian terhadap rasa peduli terhadap sesama (dokpri)

Sejak beberapa tahun terakhir ada banyak perbaikan layanan di PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) dan bus Trans Jakarta,  sehingga mereka yang bermigrasi dari kendaraan pribadi ke transportasi publik lumayan bertambah, apalagi juga disediakan fasilitas park and ride seperti di Ragunan dan dekat PGC Cililitan sehingga mereka yang terbiasa berkendara roda dua dari pinggiran Jakarta bisa melanjutkan perjalanannya dengan transportasi publik.

Adanya penumpang yang bermigrasi tersebut menyebabkan semakin padatnya halte bus Trans Jakarta dan stasiun kereta pada jam-jam tertentu. Hal itu juga terjadi di kawasan terminal seperti di jalan baru Terminal Kampung Rambutan atau pinggir jalan menuju JOOR Pondok Pinang. Mereka tak sabar menunggu bus dan kereta tiba karena was-was terlambat masuk kerja. Ketika ada kereta atau bus singgah maka mereka pun segera berdesak-desakan bahkan dorong-dorongan seolah tak memberi kesempatan untuk penumpang dalam bus/kereta turun duluan. Aksi penumpang yang memaksa masuk dan mereka yang menahan dari dalam bus/kereta karena sudah terlalu sesak menjadi hal lumrah di jam sibuk.

Memang ada saja cerita di balik transportasi publik pada jam sibuk. Saya pernah melihat seorang bapak yang tangannya berdarah karena terjepit pintu bus TJ di rute Kampung Melayu-Senen. Para penumpang lainnya nampak bersimpati dan meminta petugas untuk segera menolongnya. Baru di halte RS Carolus Bapak itu diobati. Ada juga seorang Ibu yang menampar seorang penumpang karena si penumpang meminta si Ibu bergeser ke dalam. Wah kejadian tersebut membuat heboh satu bus TJ  dari Harmoni menuju Blok M.

Ada banyak kisah di dalam transportasi publik umumnya dikarenakan desak-desakan, enggannya penumpang muda memberikan tempat duduk ke penumpang lansia, Ibu hamil dan yang membawa anak, kekurangteraturan saat masuk dan keluar dari dalam gerbong/bus, dan penumpang yang pelit menjawab ketika seseorang bertanya tentang informasi peron atau kereta/bus rute tertentu. Saya jadi ingat Rabu petang lalu bertanya ke remaja di sebelah saya untuk memastikan kereta yang saya naiki, ia hanya berkata tidak tahu. Di sebelah saya malah asyik dengan earphone-nya meskipun saya sudah mencoleknya. Fuih generasi gadget, rasanya saat ini susah diajak bercakap-cakap, hanya berkonsentrasi pada layar gadget-nya. Tapi masih ada sih yang biasanya bersedia memberitahukan peron atau memberitahukan rute kereta yang akan singgah. Hal tersebut nampak sederhana tapi sebenarnya sangat membantu. Oleh karena jika salah naik kereta wah bisa tidak sampai-sampai ke tujuan.

Tentang kepedulian terhadap para penumpang prioritas rasanya di Jakarta masih rendah, baik di bus Trans Jakarta maupun KCJ. Bahkan untuk kepedulian terkadang lebih baik di bus kota karena saya beberapa kali melihat Ibu yang sudah tua atau hamil diberikan tempat duduknya oleh para pria yang masih muda. Jika penumpang muda enggan memberikan kursinya, biasanya si kondektur yang mencarikan tempat duduk buat mereka.

Di Trans Jakarta, oleh karena ada petugas yang berjaga di bagian perempuan dan di kursi prioritas, maka penumpang pun segan jika tetap duduk di kursi prioritas sementara yang berhak atas kursi tersebut datang.. Jika ada Ibu hamil sementara kursi prioritas sudah terisi oleh yang berhak maka biasanya petugas meminta penumpang laki-laki atau perempuan yang sehat dan lebih muda untuk memberikan tempat duduknya. Biasanya sih penumpang Trans Jakarta lebih sigap, meskipun ya kadang-kadang ada juga penumpang yang cuek dengangadget-nya atau pura-pura terlelap. Entah bagaimana jika tidak ada petugas di bus tersebut, mungkin bakal cuek bebek.

Waktu perjalanan naik KCJ ke Cikini Senin pagi, akhir bulan Januari, kereta begitu padat. Karena tidak bisa masuk di gerbong perempuan di jadwal kereta sebelumnya, maka saya pun menuju gerbong campur yang lebih belakang. Syukurlah dapat tempat menjejakkan kaki meskipun berdiri di depan pintu.

Waktu itu di belakang saya ada Ibu dan Bapak lanjut usia. Si Ibu sepertinya jarang naik kereta dan terus bertanya ini itu sambil tangannya terus memegang baju si Bapak takut jatuh karena semua pegangan sudah terisi. Usia keduanya sepertinya sudah di atas 60 tahun namun tidak ada yang tergerak memberikan kursi ke keduanya. Tapi keduanya nampak biasa saja, tidak mengeluh.

Saya melirik kursi prioritas, sudah terisi tapi oleh yang kurang berhak. Di antara penumpang prioritas nampak pria berkulit putih yang masih muda. Wah biasanya bule di negerinya pengertian, di sini ikut-ikutan jadi cuek hehehem Waktu pulang dari Palmerah setelah acara Kompasiana dan naik kereta dari Tanah Abang juga sama. Ada remaja yang duduk di kursi prioritas. Ketika diingatkan ada yang lebih memerlukan, ia malah marah-marah dan tetap tak mau beranjak. Ya akhirnya ibu di sampingnya yang mengalah. Mungkin gadis remaja itu putrinya dan ia sedang kelelahan habis berbelanja sehingga tak mau beranjak. Nenek itu kemudian menempati tempat duduk si ibu sambil memangku cucunya.

Ya tidak semua penumpang kereta cuek dan egois. Yang peduli juga ada meskipun tidak diingatkan oleh petugas atau didesak penumpang lainnya. Tetap ada yang  bersedia memberikan tempat bagi Ibu hamil, Ibu yang menggendong anaknya, dan para kakek nenek.

Biasanya ada penumpang yang tidak tahu cara tap in dan tap out, sehingga perlu dibantu diarahkan (dokpri)
Biasanya ada penumpang yang tidak tahu cara tap in dan tap out, sehingga perlu dibantu diarahkan (dokpri)
Ketika naik dari Stasiun Cikini beberapa waktu lalu saya tertegun ketika seorang Bapak berusia 40 tahunan memberikan kursinya untuk saya. Senang juga sih meskipun saya sebenarnya juga masih kuat untuk berdiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun