Mohon tunggu...
Deni Mildan
Deni Mildan Mohon Tunggu... Lainnya - Geologist, Dosen

Geologist, Dosen | Menulis yang ringan-ringan saja. Sesekali membahas topik serius seputar ilmu kebumian | deni.mildan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Benci Demonstrasi

23 September 2019   21:48 Diperbarui: 23 September 2019   22:22 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku benci demonstrasi. Suara-suara lantang itu, spanduk-spanduk panjang membentang itu, bagiku tidak ada artinya. Keringat bercucuran tanpa buah hasil memuaskan. 

Pekik melengking hanya jadi angin lalu bagi pejalan kaki. Mereka hanya lewat, melirik sesaat, kemudian beranjak pergi. Pengendara yang beli bahan bakar dengan uang mereka sendiri tidak mau membuang waktu menunggu jalanan kalian seberangi. Buang-buang energi

Seringkali aku berpikir, "Memangnya tidak ada jalan lain selain demonstrasi?" Bukankah aku mahasiswa dididik untuk jadi kaum intelek berbudi pekerti. Jika teriakan dan makian masih jadi lahan ekspresi, lantas apa bedanya aku dengan mereka yang tidak mengenyam perguruan tinggi.

"Demonstrasi ini demi rakyat", teriak mereka. Rakyat mana yang mereka wakili? Aku tidak merasa terhubung dengan omong kosong yang mereka sampaikan. Apa mereka tidak melihat bahwa mereka mengarak slogan-slogan provokatif sendirian, jauh dari dukungan rakyat yang katanya mereka bela.

Barangkali mereka juga lupa kalau hari ini ada kuliah, mungkin sengaja melupakan demi aksi turun ke jalan. Memangnya sudah betul kehidupan kampus mereka? Punya prestasi akademik apa mereka sampai-sampai melupakan hal penting demi unjuk rasa sia-sia.

Mau jadi apa kelanjutan studi mereka jika sehari-hari kerjanya hanya mengkritisi pemerintah dan menggaungkan mosi tidak percaya. Saranku, jadilah mahasiswa rajin belajar agar lulus dengan predikat sangat memuaskan. Bukankah dengan demikian peluang kerja akan lebar terbuka?!

Tidakkah mereka sadar bahwa mengingatkan pejabat pemerintah adalah usaha percuma. Tidak ada hasil selain suara serak dan letih semata.

Mungkin mereka lupa bahwa pejabat sudah tuli telinganya, buta matanya. Teriakan mereka hanya akan jadi kebisingan kecil selingan minuman segar pelepas dahaga. Sudah pulang saja. Mematung sampai sore pun tidak akan mengubah apa-apa.

Bukankah lebih baik diam dan tidak menghiraukan pejabat-pejabat korup yang hanya mementingkan dirinya?! Lurus saja. Urusanmu jauh lebih penting dari pada urusan orang banyak.

*sebuah realita*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun