Mohon tunggu...
Muhammad Dendy
Muhammad Dendy Mohon Tunggu... Seniman - menulis adalah obat hati

"saya adalah orang yang selalu ingin belajar dan selalu ingin mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasionalis atau Agamais?

26 Juni 2017   00:05 Diperbarui: 26 Juni 2017   01:07 1559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nasionalis atau Agamais? dua kata itu akhir-akhir sering disebutkan dan selalu diidentikkan dengan perbedaan pandangan antara keduanya, seolah-olah yang agamais itu masih diragukan nasionalismenya dan kepancasilaannya, dan yang Nasionalis paling Pancasila dan Nasionalis. Polarisasi kedua kelompok itu muncul setelah adanya Pilkada DKI 2017, seharusnya setelah selesainya Pilkada DKI 2017 Polarisasi dan pemisahan kedua kelompok itu sudah seharusnya selesai dan bersatu kembali setelah usainya Pilkada tersengit dalam sejarah perpolitikan Indonesia tersebut. Padahal, Nasionalis dan agamais adalah kedua hal yang tidak bisa terpisahkan menginggat sila pertama Pancasila saja berisi tentang "Ketuhanan Yang Maha Esa". 

pada Pilkada DKI 2017 yang baru saja berlalu, muncul "Stigma" bahwa Ahok-Djarot adalah perwakilan dari Nasionalisme, Pluralisme, dan simbol Kebhinekaan. Sedangkan Anies-Sandi adalah perwakilan dari islam radikal garis keras, karena yang berdiri dibelakangnya adalah kelompok ormas islam garis keras. Menurut saya, "Stigma" yang dibuat tersebut justru akan semakin membuat konflik horizontal yang berkepanjangan, bahkan setelah pilkada DKI 2017 berakhir. Stigma yang dibuat tersebut justru justru berasal salah satu pendukung dari pasangan calon Gubernur yang bertarung pada Pilkada DKI 2017 lalu, yang tentu saja berasal dari pendukung Ahok-Djarot yang terkenal paling "Militan" dan "Fanatik". Stigma yang dibuat oleh pendukung pasangan Ahok-Djarot tersebut semakin kuat dengan didukung oleh video Kampanye Ahok-Djarot yang sempat menjadi "Blunder" dan "Kontroversi", menjelang pencoblosan Pilkada DKI 2017 putaran kedua beberapa bulan lalu. 

Pada video Kampanye Ahok-Djarot yang menjadi viral tersebut, ada adegan dimana salah satu kelompok Ormas Islam yang melakukan aksi Anarkis, sementara ada seorang ibu yang sedang bersama anaknya terjebak dalam aksi anarkis tersebut didalam mobil, dan yang paling Ironis ada spanduk yang bertuliskan "Ganyang Cina" yang dibentangkan oleh salah satu kelompok Ormas islam yang melakukan Anarkis tersebut. Isi dari video kampanye tersebut, tentunya membuat seolah-olah memisahkan antara Kelompok Agamais yang menggambarkan dari pendukung Anies-Sandi dan kelompok Nasionalis yang diwakili oleh Ahok-Djarot dan pendukungnya. Video tersebut tentu sangat tidak mendidik, karena membuat stigma bahwa kelompok Agamais tidak Nasionalis, dan tidak menggambarkan simbol-simbol Pluralisme, terutama adanya spanduk pada video tersebut yang bertuliskan "Ganyang Cina" yang tentu dapat semakin memecahbelah bangsa ini, dan membangkitkan luka masa lalu.

Saya berpendapat, maksud dari video tersebut adalah ingin menekankan bahwa Anies-Sandi adalah pasangan calon yang didukung oleh kekuatan islam Radikal yang tentu saja tidak mewakili Pluralisme yang ada di Indonesia, dan terbukti berhasil. Setelah Anies-Sandi keluar sebagai pemenang Pada Pilkada 2017 lalu, Stigma tersebut kembali menguat dengan isu-isu yang dihembuskan para pendukung Ahok-Djarot yang "Gagal Move On" dengan mengklaim, bahwa kemenangan Anies-Sandi adalah kemenangan dari Kelompok Islam Radikal, bahkan hingga media internasional pun memberitakan kemenangan Anies-Sandi adalah kemenangan dari kelompok Radikal. Padahal menurut saya, justru Anies-Sandi adalah tokoh moderat yang selalu berkomitmen akan menjadi pemimpin dari semua golongan, dan komitmen tersebut diperkuat dari pernyataan Prabowo yang akan menurunkan Anies-Sandi jika Anies-Sandi tidak menjadi Pemimpin dari semua golongan.

Yang selalu menjadi pertanyaan saya, apakah Kelompok Agamais dan Kelompok Nasionalis itu harus dibedakan dan selalu harus dibuat berbeda pandangan??. Padahal, para Ulama sangat berperan besar dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, apakah mungkin para ulama yang mewakili kelompok agamais akan merusak kemerdekaan yang sudah para pendahulunya perjuangkan?. Panglima TNI Gatot Nurmantyo saja pernah berkata bahwa, Pancasila itu adalah hadiah dari umat Islam kepada Indonesia, karena umat Islam pada saat ini tidak ngotot untuk mengupayakan syariat Islam sebagai dasar negara Indonesia.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun