Mohon tunggu...
Anwar Basyari
Anwar Basyari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Broadcast, Hoax, dan Mahasiswa

7 Juli 2017   01:42 Diperbarui: 7 Juli 2017   01:47 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Teknologi informasi di dunia pada saat ini telah berkembang begitu pesatnya. Kemajuan di bidang ini memicu terciptanya aplikasi-aplikasi yang memudahkan seseorang untuk mendapatkan informasi dengan cepat. Informasi yang diinginkan bisa berupa berita, sumber pembelajaran, lowongan pekerjaan, dan sebagainya. Misalnya saja, seorang dosen memberikan pertanyaan kepada mahasiswanya terkait suatu teori. Jika para mahasiswa tidak tahu jawaban dari pertanyaan tesebut, biasanya akan ada mahasiswa segera mengeluarkan handphone dan searching di internet untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Tak perlu waktu yang lama, sumber-sumber terkait dengan pertanyaan dosen tadi muncul. Baik dari website-website terpercaya maupun dari blog-blog.

Kemajuan di bidang teknologi informasi juga memicu kemudahan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Misalnya saja aplikasi-aplikasi semacam Whatsapp, Line, Telegram, Instagram, Facebook, dan sebagainya. Aplikasi-aplikasi ini tentunya juga memudahkan seseorang untuk mengirimkan informasi ke orang lain, baik melalui personal message, ataupun group message. Dapat dibayangkan jika seseorang memiliki 3 grup Whatsapp, setiap grup terdiri dari 10 orang, dan setiap mengirim pesan hanya membutuhkan waktu paling lama 5 detik, maka suatu informasi dapat menyebar ke 30 orang dalam kurun waktu kurang dari 15 detik. Belum lagi jika tiap-tiap grup tersebut terdapat 5 orang yang meneruskan informasi tadi ke grup lain yang dimiliki.

Informasi yang disebarkan tidak hanya berupa informasi yang akurat, kadang berupa pesan untuk berbuat kebaikan, kadang berupa propaganda, dan kadang hanya berupa hoax. Propaganda, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) Daring[1], berarti penerangan (paham, pendapat, dan sebagainya) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Sedangkan hoax, dalam aplikasi Encharta Dictionary[2], berarti "an act intended to trick people into believing something is real when it is not". Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berarti "sebuah tindakan untuk menipu orang-orang untuk mempercayai sesuatu adalah nyata, padahal tidak".

Beberapa contoh terkait dengan kecepatan informasi adalah kasus pencabulan anak di dalam mobil yang tersebar melalui pesan berantai yang kemudian dikembangkan oleh Divisi Cybercrime Polri, dan lelucon khas Mukidi. Dari kedua kasus ini, penyebaran informasi yang didapatkan melalui pesan berantai sangat cepat dan menyebabkan efek yang juga cepat. Pada kasus pertama, Divisi Cybercrime Polri telah dapat mengungkap pelaku. Sedangkan pada kasus kedua, lelucon Mukidi kini telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.

Permasalahan muncul, ketika seseorang tidak membaca dengan teliti ataupun tidak mericek kebenaran dari sebuah berita yang beredar melalui pesan singkat. Sehingga pesan tersebut langsung di-forward ke grup ataupun ke orang-orang terdekatnya ataupun bahkan ke seluruh dunia melalui aplikasi seperti Facebook. Seringkali informasi ini kemudian menyebabkan kepanikan warga masyarakat, jika informasi ini berupa ancaman. Kadang juga menyebabkan terjadinya pro dan kontra, sehingga mudah sekali terjadi gesekan antar kelompok masyarakat dan berujung pada aksi anarkis.

Mungkin masih hangat di ingatan kita tentang kerusuhan di Tanjungbalai, Medan Sumatera Utara, Jum'at 29 Juli 2016. Kerusuhan ini menyebabkan rusaknya beberapa rumah ibadah di Tanjungbalai. Selain di Tanjungbalai, kericuhan juga terjadi di Sinabung, Kabupaten Karo[3]. Kepala Polisi Jenderal Tito Karnavian menyebutkan kasus ini meledak karena "seruan yang provokatif" melalui media sosial menyusul kesalahpahaman di awal keributan[4]. Kerusuhan tersebut sebenarnya bisa saja dihindari, jika tidak ada yang menyebarkan berita bohong di media sosial[5].

Kasus lain misalnya hoaxterkait bom beredar setelah terjadinya ledakan bom di Sarinah, Jakarta, 14 Januari 2016. Pesan berantai ini menyebutkan beberapa lokasi yang juga terjadi ledakan seperti Cikini, Kuningan, Palmerah, dan Alam Sutra. Padahal ledakan bom hanya terjadi di Sarinah saja[6]. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kepanikan warga. Penulis juga menerima pesan berantai ini melalui pesan singkat BlackBerry Messenger yang dikirimkan oleh teman yang sedang kuliah di Malang untuk menghindari beberapa mall yang diperkirakan akan menjadi sasaran bom selanjutnya. Untuk lebih meyakinkan penerima pesan di bawah pesan ini memang tertulis, "Info dari Kepala Staff Ahli BIN".

Dari kedua contoh kasus hoax tersebut, hanya kasus pertama yang benar-benar menimbulkan efek yang cukup parah dan terlihat, yaitu terjadinya perusakan beberapa rumah ibadah. Sedangkan kasus kedua memang tidak menimbulkan kerusakan, hanya menyebabkan kepanikan dan keresahan bagi warga[7].

Bagaimana seharusnya kita dalam menanggapi suatu berita, dikarenakan begitu besar dan cepatnya arus informasi? Sebagai seorang mahasiswa, penulis ingin menanggapi hal ini dalam kacamata akademik.

Bagaimana kita sebagai mahasiswa seharusnya menanggapi suatu berita? Kritis dalam menanggapi suatu berita merupakan kunci tidak tertipu berita hoax. Kritis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring[8], berarti bersifat tidak lekas percaya, bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, dan tajam di penganalisisan. Sebagai seorang pembelajar, seorang mahasiswa dituntut untuk kritis. Tidak hanya dalam perkuliahan, ruang kelas, ataupun ruang diskusi tetapi juga seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa langkah yang harus kita lakukan agar tidak tertipu berita hoax diantaranya adalah cek narasumber, waspada dengan gambar, jangan terburu-buru sharing, baca secara pelan dan menyeluruh, dan gunakan logika[9]. Waspadai pesan berantai tanpa narasumber yang jelas, ataupun "dari grup sebelah". Jika menyertakan nama suatu institusi, sebaiknya menunggu informasi resmi dari institusi tersebut. Selain tulisan, gambar merupakan hal yang paling mengena di pikiran. Kemajuan teknologi informasi menyebabkan mudahnya seseorang untuk mengedit suatu gambar atau mengambil gambar dari kejadian lain. Ciri lain dari berita  hoax biasanya panjang dan bertele-tele tapi memiliki judul yang "bombastis". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun