Pembangunan jalan tol Semarang-Solo, hingga saat ini sudah menyelesaikan satu ruas yaitu Semarang - Ungaran yang sudah dapat digunakan. Anehnya, ruas jalan tol ini justru tidak boleh dilalui oleh truk-truk besar maupun bus-bus besar antarkota dan antarprovinsi. Padahal bagi anda yang tinggal di daerah Semarang, Ungaran, Bawen pasti menyadari bahwa yang membuat jalan utama pantura itu macet dan rusak bukannya mobil dan motor pribadi, melainkan justru kendaraan muatan besar seperti bus dan truk. Dimanapun pembangunan jalan tol dilakukan, pasti tujuan utamanya untuk kelancaran arus lalu lintas, apalagi arus pantura yang merupakan jantung penghubung antar kota dan antar provinsi tersebut.
Setelah mulai beroperasi ruas Semarang - Ungaran, ternyata jalan tol tersebut dibangun di tanah bergerak alias tanah labil, sehingga kendaraan bobot besar dilarang untuk masuk tol. Tentu saja kebijakan ini tidak membuat adanya perubahan untuk mengatasi arus kemacetan di ruas Semarang - Ungaran, atau dengan kata lain pembangunan jalan tol yang cukup lama dinantikan tersebut ternyata hingga kini kurang bermanfaat. Apakah pihak pengelola atau kontraktor tidak mengetahui bahwa jalan tersebut dibangun di atas tanah yang labil ? Bukankah masukan dari pihak ahli dan akademisi sebenarnya sudah mengingatkan hal tersebut ? Lalu mengapa pembangunan jalan tol tetap dilewatkan pada jalur tersebut jika pada akhirnya yang lewat hanya mobil pribadi yang jumlahnya tentu saja tidak signifikan dan mengurangi kemacetan dibandingkan jika yang melewati truk dan bus besar.
Dampak lain dari tidak diperbolehkannya truk dan bus masuk ruas tol Semarang - Ungaran ini, justru membuat jalan utama pantura makin ramai dan jalan menjadi makin bergelombang, karena memang jalan tersebut seharusnya hanya diperuntukkan bagi mobil angkutan umum, mobil pribadi ataupun sepeda motor. Tidak heran jika kerap terjadi kecelakaan di ruas pantura Semarang - Ungaran atau sebaliknya, karena inilah jalur utama bagi para kendaraan dari Solo, Yogya yang ingin menuju ke Jakarta melalui Pantura. Hingga kini, kebijakan pelarangan tersebut lebih banyak dampak negatifnya dibandingkan positifnya, dan juga makin terlihat jelas bahwa tidak adanya rencana yang jelas dalam pembuatan serta pelaksanaan suatu program jangka panjang.
Selain itu juga belum ada kepastian apakah nantinya ruas tol ini boleh dilewati oleh truk dan bus atau tetap seperti sekarang ini kebijakannya. Apapun kebijakan nantinya, semoga saja pemerintah maupun perusahaan swasta yang menangani bidang infrastruktur negeri ini menjadikan pengalaman ruas tol Semarang - Ungaran ini menjadi sebuah pelajaran dan pengalaman sebagai bahan evaluasi.
16 April 2013
Danny Prasetyo