Kompasianer Sibenyu menulis artikel berjudul Logika Aneh yang Mengatakan Jokowi Mempertahankan Ahok(Kompasiana, 25 Februari 2017), untuk menanggapi artikel saya di hari yang sama, yang berjudul Jokowi yang Mempertahankan Ahok, Ini Alasannya.
Artikel Sibenyu ini berkesimpulan bahwa di artikel saya itu, saya menyatakan bahwa Jokowi mendukung (berpihak) kepada Ahok sebagai terdakwa penistaan agama dengan mendukungnya sebagai Gubernur DKI Jakarta aktif.
Bagi Sibenyu, isi artikel saya itu aneh secara logika, karena menulis tentang Presiden Jokowi yang mendukung Ahok sebagai terdakwa kasus penistaan agama itu hanya dengan melihat Jokowi tidak menindak Mendagri Tjahjo Kumolo yang tidak memberhentikan sementara Ahok, dan saat Jokowi melakukan kunjungannya memantau progres proyek Simpang Susun Semanggi dan MRT, Jokowi didampingi dan mengajak Ahok semobil Kepresidenan dengan dia.
Berkali-kali Sibenyu menulis bahwa saya menulis “Jokowi mendukung Ahok”, padahal silakan periksa artikel saya itu, saya tidak pernah menggunakan kalimat “Jokowi mendukung Ahok”, kata “mendukung” pun saya hanya gunakan satu kali dalam sebuah kalimat, yang mempunyai artinya sangat berbeda dengan “Jokowi mendukung Ahok”, yaitu kalimat:
“Sikap Presiden Jokowi yang mendukung pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta itu bukan hanya berdasarkan alasan hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo, tetapi juga karena alasan politis.”
Jelas pengertian kalimat “Jokowi mendukung pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur ...” sangat berbeda dengan pengertian kalimat: “Jokowi mendukung Ahok.”
Pada kalimat pertama (yang merupakan tulisan saya), itu artinya yang didukung Jokowi adalah status Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta aktif, karena Jokowi yakin hal itu tidak melanggar Undang-Undang sesuai dengan pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo.
Ingat, yang didukung Jokowi adalah dalam konteks status Ahok apakah seharusnya diberhentikan sementara, atau dibiarkan tetap aktif, bukan dalam konteks peradilan terhadap Ahok yang prosesnya sedang berlangsung di pengadilan itu.Untuk yang disebut terakhir ini, Jokowi tetap konsisten dengan pernyataannya: bersikap netral.
Dalam konteks menentukan status Ahok itu Jokowi tidak bisa bersikap netral, sebagai atasan tertinggi Ahok, sebagai Presiden, ialah yang diberi kewajiban dan wewenang oleh Undang-Undang untuk memutuskan apakah Ahok harus diberhentikan sementara, ataukah tetap sebagai gubernur aktif.
Pasal 82 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 2016:
(3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernurdan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.