Masalah waktu tunggu barang (dwelling time) di Tanjung Priok, Jakarta Utara menjadi pembicaraan hangat, setelah Presiden Jokowi melakukan inspeksi mendadak ke sana, pada Juni lalu. Jokowi menemukan fakta bahwa waktu tunggu barang di sana terlalu lama, paling cepat rata-rata 5 hari lebih. Sedangkan di Singapura hanya memerlukan waktu 1 hari. Jokowi pun sangat kecewa dan marah, apalagi jawaban yang diterima dari pejabat yang berkompeten terkesan berbelit-belit. Ia pun mengancam akan mencopot pejabat-pejabat terkait yang paling bertanggung jawab, mulai dari Dirjen sampai Menteri.
Pembicaraan mengenai waktu tunggu barang ini semakin menghangat setelah pihak Kepolisian Metro Jaya mulai melakukan penyidikan dan hasilnya sudah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, di antaranya Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag Partogi Pangaribuan. Polisi bilang, kasus ini masih terus dikembangkan, dan kemungkinan akan semakin banyak yang menjadi tersangka.
Menurut Jokowi, lima bulan sebelumnya ia sudah memberi kesempatan kepada pejabat-pejabat berkompeten di Tanjung Priok untuk memperbaiki sistem agar waktu tunggu barang itu bisa paling lama 3 hari. Tetapi, setelah melakukan sidak pada Juni lalu itu, Jokowi mengetahui bahwa perbaikan sama sekali belum ada. Maka itu ia pun memerintahkan Polri untuk masuk ke sana untuk mengusut apa sebenarnya yang terjadi, apakah ada beking, korupsi dan kolusi. Ternyata, itulah yang diduga yang ditemukan Polri di sana.
Tentu saja kita sangat mengapresiasi tindakan tegas Presiden Jokowi tersebut. Semoga saja, kasus ini berdampak positif bagi pelabuhan-pelabuhan lain di seluruh Indonesia. Sebab kita juga tahu bahwa di pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia keadaannya tidak lebih baik daripada di Tanjung priok, bahkan bisa jadi jauh lebih buruk.
Biasanya semakin ke daerah timur, seperti di Papua, terutama di kota-kota kecilnya, kondisinya semakin tidak baik. Padahal penduduk di sana sudah harus menanggung “ekonomi biaya tinggi” dari barang-barang yang dibelinya, karena hampir semuanya didatangkan dari Pulau Jawa (Surabaya).
Pelabuhan kabupaten Bintuni, Papua Barat adalah salah satunya.
Tentu saja Bintuni dengan pelabuhannya, yang di Papua saja tergolong kota kecil, sangat tak patut dibandingkan dengan Tanjung Priok di Jakarta, bak bumi dengan luar angkasa! Tetapi secara proporsional masalahnya sama, yakni waktu tunggu bongkar barang dari kapal yang sungguh sangat lama.
Jika tak ada antrian bongkar, kapal yang datang dari Surabaya, dihitung dari mulai sandar di pelabuhan dan bongkar barang dimulai sampai selesai rata-rata memerlukan waktu 10-14 hari kerja! Padahal pelabuhannya hanyalah sebuah pelabuhan kecil, dan yang hanya membongkar barang dari satu unit kapal barang kecil (lihat foto).
Sebagai contoh saja, saat tulisan ini dibuat, sudah ada dua kapal barang dari Surabaya yang berlabuh di luar pelabuhan. Yang satu sudah sekitar dua minggu menunggu, dan yang satu lagi sudah sekitar 1 minggu menunggu. Sampai hari ini belum bisa bongkar muatan.