Dibandingkan dengan Ahmad Dhani yang menghina Presiden Jokowi dengan nama binatang, apa yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKS Fahri Hamzah saat berorasi di tengah-tengah massa anti-Ahok, Jumat, 4 November lalu, jauh lebih serius, karena dapat diketegorikan sebagai tindak pidana penghasutan kepada orang lain untuk melakukan makar.
Pembelaan Fahri Hamzah
Terhadap orasi Fahri Hamzah itu, pada Rabu, 9 November 2016, ormas Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP), telah melaporkan Fahri Hamzah di Bareskrim Polri dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana penghasutan untuk makar terhadap pemerintah yang sah.
Disusul kemudian, pada Jumat, 11 November 2016, ormas Solidaritas Merah Putih (Solmet) juga melapotkan Fahri Hamzah mengenai hal yang sama di Polda Metro Jaya.
Tindak pidana tentang penghasutan dimaksud terdapat pada Pasal 160 KUHP yang berbunyi:
Barang siapa di muka umum lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Apa yang dimaksud dengan “menghasut” tidak dijelaskan di dalam KUHP, maka pengertiannya bisa diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang menjelaskan tindakan penghasutan adalah suatu perwujudan untuk “membangkitkan hati orang supaya marah (untuk melawan atau memberontak).”
Sedangkan pasal mengenai makar, antara lain diatur di Pasal 107 KUHP, di bawah Bab I: Kejahatan terhadap Keamanan Negara:
Pasal 107:
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.