Genta nada bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Di tangan Abdul Madjid, genta nada dihadirkan dalam nuansa baru yaitu keberagaman nada. Ada nada Sunda, Jawa, Bali, Melayu, Cirebon, Makassar, dan Manado.Â
Ada pula nada Jepang, Mandarin, blues, dan Hindu. "Genta nada yang asal bunyi dan tidak menunjukkan bunyi khas Indonesia itu banyak.
 Melalui genta nada berbahan aluminium yang saya buat, saya ingin mengangkat etnis-etnis di Indonesia. Supaya  negara lain tahu keindahan negara kita," papar Madjid lulusan Yayasan Musik Indonesia tahun 1990.
Tahun 1996 hingga 2002 di sela-sela profesinya sebagai penyetem piano, Madjid melakukan penelitian menciptakan genta nada dengan bunyi khas Indonesia.Â
Saat mencari nada baru misalnya nada Sunda, Madjid mendengarkan lagu daerah Sunda yaitu Bubuy Bulan. Selain memperoleh penggambaran ciri etnis tersebut, Madjid juga mempelajari solmisasi lagu. Selanjutnya ia aplikasikan pada genta nada, sehingga genta nada itu menghasilkan bunyi yang sama dengan lagu Bubuy Bulan.
Tidak Mengenal Krisis
Setiap bulannya Madjid mampu menghasilkan 40 hingga 50 unit genta nada saat pesanan ramai. Sementara saat pesanan sepi hanya 10 unit genta nada yang dihasilkan. Harga genta nada ini berkisar Rp 750 ribu hingga Rp 10 juta. Perbedaan harga dipengaruhi besar kecilnya silinder (pilihannya 1 sampai 3 inch), panjang pendeknya silinder (50 cm sampai 3 meter), dan banyak sedikitnya silinder (6 sampai 48 silinder).
Madjid mencontohkan, genta nada dengan besar silinder 3 inch, panjang 3 meter, dan memiliki 48 silinder dihargai Rp 10 juta. Genta nada seperti ini memiliki nada dan oktaf yang lebih baik dibanding genta nada dengan harga di bawahnya.
Madjid memperoleh keuntungan perbulannya Rp 10 sampai Rp 15 juta dari omzet Rp 40 juta. "Omzet naik turun, bergantung pesanan," tutur Madjid yang memasarkan produknya dengan merk dagang Genta Nada. Sepengamatannya, penjualan terbanyak diperoleh dari genta nada Jawa, Sunda, Bali, Mandarin, dan Jepang.