Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kutukan Gerhana

22 Agustus 2017   22:07 Diperbarui: 23 Agustus 2017   21:40 2544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit foto: timeanddate.com

Kemarin (21/08/2017), gerhana matahari terjadi di beberapa lokasi di Amerika Serikat. Rasanya semua heboh membicarakannya, termasuk Elon Musk (ehem) yang menyaksikan gerhana dari mobil Tesla-nya hingga para pelancong dan fotografer yang sudah mencari lokasi premium sejak berbulan-bulan sebelumnya. Euforia seperti ini juga sempat terjadi di Indonesia, banyak yang sudah merencanakan perjalanan ke spot-spot yang dilewati gerhana matahari.

Kini gerhana matahari merupakan sesuatu yang menarik dan dinantikan untuk dilihat. Padahal di zaman kuno dan di beberapa kebudayaan, gerhana matahari kerap dikaitkan dengan sesuatu yang buruk. Dalam kebudayaan China misalnya, gerhana matahari konon disebabkan karena seekor naga melumat matahari.

Orang Jepang percaya bahwa gerhana matahari berarti sedang ada wabah yang menyebar, sehingga mereka menutup sumur-sumur. Sementara kearifan lokal Indonesia, misalnya Jawa, mempercayai bahwa gerhana matahari terjadi karena Batara Kala dendam dengan Surya. Ini ditambah dengan larangan wanita hamil dan anak-anak untuk keluar rumah supaya tidak terkena murka Batara Kala.

Gerhananya tahun depan aja boleh?
Matahari, alias Mas Surya, adalah potensi energi terbarukan yang paling panas. Panas secara harfiah dan juga panas untuk diperbincangkan. Ya mau gimana ya, surya ini adalah sumber energi kehidupan yang sangat krusial plus memiliki potensi yang juga sangat tinggi. Indonesia khususnya, karena kita negara tropis dan berlimpah matahari. Secara teori potensi tenaga itu lebih dari 3.000 GW, meski secara teknis barangkali "hanya" 560 GW yang bisa digunakan sebagai sumber energi. Kecil? Melistriki sepertiga pulau Jawa kira-kira hanya perlu 7 GW, lho.

Masalahnya adalah, surya ini termasuk dalam golongan energi terbarukan yang sifatnya bervariasi. Bahasa kerennya variable renewable energy (VRE), yaitu sumber energi terbarukan yang galau alias berubah-ubah seperti matahari dan angin. Gimana nggak galau kalau menit ini cerah, menit berikutnya bisa mendung. Energi galau (kita sebut saja begitu) ini juga keras kepala. Jika pembangkit listrik batubara bisa dimatikan dan dihidupkan sesuka hati (nggak gampang juga sih), maka pembangkit listrik energi galau ini tidak bisa kita "perintah". Atau mungkin bisa dengan pawang hujan? Ehehehe.

Jadi bayangkan jika kita berada di sebuah PLTS skala besar di padang gurun Mojave. Luasnya 1600 hektar, mampu menghasilkan listrik 300 MW (ya kira-kira sebesar PLTP Kamojang). Mendadak mendung, otomatis produksi berkurang. Kalau mendadak gerhana? Jika satu lokasi bergantung pada tenaga surya untuk listriknya, ya risikonya mereka akan mengalami pemadaman listrik. Matahari ditelan naga berarti sumber energi untuk menghasilkan listrik itu hilang. Kita tentu nggak bisa bilang, "Plis, jangan gerhana dongs...."

Harus bisa meramal
Kalau dulu meramal cuaca dan gerhana itu dengan melakukan pengamatan bintang-bintang di bebatuan, di era ini kita sudah punya komputer dan para ahli. Kemampuan meramal alias memperkirakan cuaca dan peristiwa astronomi ini sangat krusial dalam mengukur bagaimana tenaga surya bisa dan tidak bisa diandalkan. Dengan data meteorologi yang lengkap serta model dan persamaan yang valid, kita bisa menghitung di mana area yang memiliki potensi tenaga surya optimal, pada hari apa pembangkit tenaga surya bisa beroperasi maksimal, hingga soal jika terjadi gerhana apakah pembangkit masih bisa beroperasi.

Amerika Serikat cukup ketar-ketir menyikapi gerhana. Batara Kala terakhir ngamuk di AS di tahun 1979. Dari tahun 70an sampai sekarang lansekap energi di AS jelas berbeda jauh. Saat ini AS memiliki banyak "ladang surya", beberapa di antaranya masuk geng terbesar di dunia. Jadi Energy Information Administration juga meramal jauh-jauh hari mana saja "ladang" yang akan terpengaruh gerhana, supaya bisa direncanakan cadangannya.

Selain peristiwa sekali dalam beberapa tahun seperti gerhana matahari, kemampuan meramal juga penting untuk menentukan harga. Ini hanya berlaku khususon negara yang harga listriknya ditentukan oleh pasar. Logikanya, semakin banyak suplai tentu semakin murah. Enak buat pelanggan, sungguh pahit untuk yang jualan.

Pernah dengar harga listrik negatif? Ini terjadi di negara yang punya sistem bursa listrik seperti Jerman. Ketika angin berhembus kuencang sampai jemuran terbang ke negara tetangga, produksi listrik meningkat dengan tajam dan jauh melebihi permintaan. Di bursa listrik, harga listrik per kWh atau MWh akan menjadi negatif. Kalau negatifnya sedikit, konsumen bayarnya juga lebih sedikit. Kalau negatifnya agak banyak, penjual listrik harus membayar konsumen supaya mereka mau beli listriknya. Jadi kemampuan meramal sungguh penting untuk membuat neraca untung rugi yang pas.

Itu kalau negara yang produsen listriknya bukan satu perusahaan ya. Jika menilik Indonesia, kasusnya tentu berbeda karena harganya ditentukan pemerintah. Bicara harga, saat ini pembangkit listrik tenaga energi galau masih sulit bersaing dengan energi fosil. Tarif listrik dari energi fosil saja kita masih disubsidi, mana mampu (dan mau) kita bayar listrik dari energi galau yang masih mahal? Mau diramal seperti apa juga kayaknya nggak ngefek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun