Dalam acara Indonesia Law Club (ILC) di TVOne pada 17 Januari 2017 malam, topiknya membahas tentang Hoax dan Kebebasan Berpendapat. Nampaknya banyak pembicara belum mengerti konsep "hoax" sepenuhnya.
Adapun hoax dapat dalam bentuk, ide palsu (false idea), prinsip yang bertentangan (offence principle), manipulasi media (media manipulation), keseimbangan (balancing), objektifitas (objectivity), melawan netralitas moral (againts moral neutrality) (Raphael Cohen-Almagor, 2013).
Adapun ide palsu hanya dapat dibuktikan melalui hasil yang kongkret yang merusak. Prinsip yang bertentangan antara kebebasan dan toleransi tidak pernah dapat dipertemukan. Namun ide palsu yang menimbulkan pernyataan kebencian dan dapat merusak tatanan sosial sehingga, itu harus dikeluarkan dari kebebasan berpendapat.
Prinsip yang bertentangan dapat dilihat dari kasus penistaan agama islam yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kebebasan berpendapat yang dilakukan kelompok islam dengan memaksa agar Ahok diproses di pengadilan dan dimasukkan kedalam penjara akan bertentangan dengan hak azasi manusia untuk membela diri. Meskipun Ahok telah melakukan penistaan, berita yang diterbitkan tidak dibuat untuk memaksakan kehendak. Demonstrasi yang demikian tidak dapat didukung berdasarkan kebebasan berpendapat.
Manipulasi media dapat dilihat sebagai hoax dari peliputannya. Di satu sisi, penistaan agama, media memberitakan dengan gencarnya sehingga Ahok diproses ke pengadilan. Di sisi lain, media juga memanipulasi pemberitaan bahwa Ahok tidak melakukan penistaan surat Al Maidah. Pemberitaan kedua belah pihak akan menimbulkan sensasi dalam pemberitaannya. Hal ini juga akan menimbulkan hoax.
Objektifitas memang menjadi senjata yang dapat mendukung hoax. Media mempergunakannya untuk membangun pencitraan medianya, agar dianggap prestise dan profesional sehingga apapun yang diberitakan dapat dipercaya oleh masa. Ketika media memberitakan sesuatu yang tidak benar dianggap sebagai kebenaran.
Keseimbangan menjadi prinsip dalam media masa. Ketidakseimbangan dalam pemberitaan media juga dapat menjadikannya hoax. Keseimbangan memerlukan unsur: akurasi, kebenaran penuh, keadilan dan keseimbangan berita. Keseimbangan ini tidak akan pernah tercapai karena media akan sulit memenuhi unsur keseimbangannya
Yang terakhir, dalam netralitas moral, media mencoba untuk tetap menjadi netralitas agar moral terjaga, akan tetapi demokrasi akan terancam. Pernyataan kebencian dan RASIS memerlukan perlawanan. Media akan merusak demokrasi dengan ia berdiam diri dan mencoba untuk menjadi netral. Pemberitaannya yang netral akan merusak prinsip demokrasi yang terkait dengan kebebasan media berpendapat.
Perbedaan antara Penipuan dan Hoax
Berdasarkan Wikipedia, “A hoax is a deliberately fabricated falsehood made to masquerade as the truth”. Unsurnya terdiri dari "deliberately" (dengan maksud/sengaja), "fabricated" (yang telah siap dicetak), "falsehood" (dusta atau kebohongan), "made to masquarade" (yang memakai topeng), as the truth (sebagai kebenaran). Hoax adalah informasi dusta/kebohongan yang telah siap ditayangkan ditutupi oleh topeng seakan itu mengandung kebenaran.
Dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”