Mohon tunggu...
Bung Adi Siregar
Bung Adi Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - BAS

Founder BAS Pustaka Copywriter Independen Pecinta Film Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekolah tanpa Tradisi Literasi = Mematikan Imajinasi

23 Mei 2017   19:32 Diperbarui: 24 Mei 2017   13:46 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap berkesempatan berbincang-bincang dengan pelajar SMA/K, saya selalu iseng menguji pengetahuan literasi mereka. Selalu ada keingintahuan seberapa tinggi kesadaran literasi mereka. Saya hanya ingin membuktikan jika sejumlah riset yang mengatakan budaya literasi generasi muda Indonesia rendah. Hati ini tak terima dengan temuan yang menyesakkan dada itu.

Pertanyaan yang sering saya tanyakan, suka baca buku apa? Jika pertanyaan ini lulus, maka akan mudah menjawab pertanyaan selanjutnya. Yang menyedihkan hati, umumnya pelajar yang saya temui tak tahu buku apa yang mereka suka.

Adalah wajar bila para pelajar tidak kenal dengan tokoh seperti Merari Siregar, Marah Roesli, Tulis Sutan Sati, Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, Roestam Effendi, Sanusi Pane dan yang lainnya. Kalau pun ada jawaban yang agak diplomatis, paling jawabannya begini, “pernah dengar siapa ya?”

Bila tokoh-tokoh itu tak mereka kenal, wajar bila pelajar kita asing dengan Sengsara Membawa Nikmat, Salah Asuhan, Katak Hendak Menjadi Lembu, Salah Pilih, Azab dan Sengsara, Binasa Kerna Gadis Priangan, Belenggu dan lainnya.

Entah disengaja atau tidak, para pelajar kita sedang dijauhkan dari sejarah panjang perjalanan budaya literasi bangsa ini. Budaya literasi yang disegani bangsa lain. Banyak karya-karya anak bangsa menjadi rujukan di negeri orang lain. Karya semisal Tenggelamnya Kapal Van der Wijck gubahan buya Hamka menjadi bacaan “wajib” pelajar di negeri serumpun Malaysia. Sayangnya di negeri asal penulis buku itu tak dikenal generasi mudanya.

Bagai kena jelatang, ternyata apa yang menjadi temuan sejumlah lembaga yang menggambarkan kondisi literasi generasi muda bangsa ini bukan hoax. Dengan sejumlah alat ukur dan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan, budaya literasi generasi muda bangsa ini rendah.

Temuan itu salah satunya disampaikan oleh Presiden Central Connecticut State University New Britain, Amerika Serikat, John W. Miller. Mereka melakukan World’s Most Literate Nations Ranked ini meneliti tingkat literasi sejumlah Negara dengan indikator utama kebiasaan menulis, membaca dan infrastruktur penunjang. Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark menempati urutan tiga besar. Sementara Indonesia menempati peringkat ke 61 atau paling buncit.

Harian Kompas beberapa hari yang lalu kembali mengangkat persoalan ini. Dampak yang paling nyata akibat buruknya tradisi literasi di kalangan pelajar yakni rendahnya daya imajinasi mereka. Kompas mengingatkan kita jika persoalan ini tak kunjung dapat diselesaikan. Presiden boleh berganti, menteri pendidikan silih berganti tetapi persoalan literasi menjadi masalah yang tak mampu diselesaikan anggaran pendidikan 20 persen dan program sertifikasi guru.

Rendahnya tradisi literasi pelajar kita sudah mulai kelihatan dampaknya. Bentuk yang paling nyata, daya imajinasi pelajar Indonesia lemah. Ini merupakan gejala awal keterpurukan sebuah bangsa. Pelarian dari daya imajinasi yang rendah, tingginya penggunaan Narkoba di kalangan pelajar. Sebaliknya, daya imajinasi yang tinggi akan melahirkan generasi yang kreatif, visioner dan percaya diri.

Generasi pandir ada di depan mata. Penyelamatan perlu sesegera mungkin dilakukan. Membiarkan kondisi ini berlangsung secara terus menerus dan meluas akan mempercepat terjadinya disekuilibrium generasi. 

Kita sibuk kampanye #SaveNKRI#NKRIHargaMati rasa-rasanya percuma saja. Bagaikan menabur garam di lautan. Menjaga keutuhan NKRI, sejatinya menjaga generasi muda dari segala hama budaya yang merusak. Cepat atau lambat, NKRI akan pudar dengan sendirinya bila daya imajinasi generasi mudanya rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun