Mohon tunggu...
I Ketut Budiasa
I Ketut Budiasa Mohon Tunggu... -

Swasta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

(Samasekali) Tidak Mengejutkan: Majapahit adalah Kerajaan Bercorak Hindu-Budha

24 Juli 2017   08:54 Diperbarui: 26 Juli 2017   08:45 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Minggu, 23 Juli 2017. Saya bersyukur bisa berdiskusi dan duduk satu meja dengan  salah satu pakar arkeolog terkemuka dari Universitas Indonesia, Prof. Agus Aris Munandar. Adalah KMHDI dan Peradah, 2 ormas Hindu  yang mengundang kami berdua sebagai pembicara dalam diskusi publik "Jangan lupakan sejarah. Tolak rekayasa sejarah Majapahit". 

Sekitar seminggu lalu, ketika Ketua Umum Peradah menghubungi saya untuk  menjadi pemateri, saya sadar bahwa saya samasekali bukan insan sejarawan. 100 % awam. Namun ini saya anggap tantangan. Berbeda dari  diskusi masalah2 sosial yang dapat menggunakan common sense, diskusi  sejarah harus merujuk pada referensi tertentu, minimal referensi yang  sifatnya sekunder. Maka saya membeli 3 buku dari toko online : Catuspata  Arkeologi Majapahit, Keistimewaan Candi2 Zaman Majapahit, dan  Pararaton. 2 buku pertama secara kebetulan adalah karya Prof Agus  Arismunandar. 

Saya sebut kebetulan, karena saat pertamakali dihubungi dan kemudian beli buku itu, saya belum tau beliau akan menjadi pembicara. Maka hari ini saya  secara diam2 mengajukan special request kepada moderator agar diberikan  kesempatan pertama menyampaikan materi. Tujuannya, kalau saya keliru,  pakar arkeolog yang menjadi pembicara selanjutnya dapat meluruskan. Itu  alasan normatifnya. Alasan sesungguhnya adalah karena saya sadar materi  saya banyak mengambil dari buku beliau, akan garing bila beliau sudah bedah tuntas duluan. lagi pula, saya lebih banyak melihat  dari sudut pandang Hindu, bukan teknis arkeolog - peran yang saya yakin   akan diambil oleh Prof Agus. Jadi saya harapkan diskusi akan mengalir dari umum ke khusus,  sehingga peserta mendapat alur logika yang lebih mudah.

****

Berbicara sumber2 sejarah, sesungguhnya mirip dengan berbicara kitab  suci. Dua2nya berbicara proses pembuatan dan penulisan pesan, penanda  dimasa lalu yang harus diartikan dan ditafsirkan di masa kini. Dalam  Hindu, sebuah purana atau itihasa harus diuji dengan Sruti atau Smerti.  Bila tidak cocok, maka itihasa atau purana itu harus dianggap lemah,  atau harus ditafsirkan secara berbeda. Setahu saya (cmiiw), hal yang  sama juga berlaku pada hubungan hadist dan alquran dalam agama Islam.  

Demikian pula halnya dengan pemeringkatan bukti2 arkeologis. Bukti  arkeologis yang paling sahih adalah Prasasti terutama yang sejaman.  Namanya prasasti, ia memang dibuat untuk tujuan dokumentasi resmi di  jaman itu, dibuat langsung oleh pelaku sehingga menduduki peringkat  pertama dalam kesahihan. Kedua adalah Candi/Artefak. Ketiga adalah karya  sastra yang lahir di jaman itu, dan terakhir adalah legenda, mitologi  dan pendapat para ahli. 

A. Telaah Arkeologi
A1. Prasasti
Beberapa prasasti dari jaman Majapahit adalah :
1. Prasasti Waringin Pitu (1447 M)
Prasasti Waringin Pitu mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem  birokrasi dari Kerajaan Majapahit yang terdiri dari beberapa kerajaan bawahan. Kerajaan bawahan tersebut dipimpin oleh seorang yang bergelar  Bhre. Contoh :
* Bhre Kahuripan : Paduka Bhattara ring Kahuripan Rajasa Wardhana Dyah Wijaya Kumara.
* Bhre Daha : Paduka Bhattara ring Daha Sri Bhattara Jayawardhani Dyah Jayeswari.
* Bhre Tumapel : Paduka Bhattara ring Tumapel Singa Wikrama Wardhana Dyah Sura Prabawa. 

Perhatikan penggunaan terminologi "bhattara" dalam gelar tersebut.  Dalam Hindu, manifestasi Tuhan disebut dengan beberapa istilah :

- "Bhattara" (Devanagari: ; Bhara) adalah Tuhan dalam wujudnya sebagai pelindung.
- Dewa (Devanagari: ) : Sinar suci Tuhan

Prasasti Waringin Pitu juga mencatat dua dharmmadhyaksa atau pemimpin urusan agama yaitu :
* Dharmmadhyaksa ring Kasaiwan Dang Acaryya Iswara, Siddhantapaksa, penganut agama Siwa aliran Sidanta
* Dharmmadhyaksa ring kasaugatan Dang Acaryya Sastraraja, boddhatarkka  parisamapta, putus pengetahuan dalam ilmu mantik agama buddha

Istilah Dharma Adhyaksa dipakai hingga kini dalam organisasi Hindu  Parishad. Maka dapat disimpulkan, dari terminologi yang digunakan, jelas  merujuk pada istilah2 dalam agama Hindu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun