Mohon tunggu...
I Ketut Budiasa
I Ketut Budiasa Mohon Tunggu... -

Swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berbakti Kepada Orang Tua Adalah

19 Juni 2017   18:49 Diperbarui: 19 Juni 2017   19:13 2092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA ADALAH PARAMO DHARMA

Lebaran ini, saya melakukan tindakan yang agak ekstra ordinary untuk ukuran saya, yaitu ngejar2 tiket kereta sampai menggunakan segala jalur, jalur lebar hingga jalur sempit, harga normal hingga harga selangit. Itu karena saya menangkap keinginan yang begitu besar dari istri dan anak2 untuk bisa ketemu dan sungkem dengan orang tuanya, neneknya, keluarga besarnya, setelah bertahun2 tidak pernah pulang saat lebaran karena tidak pernah kebagian tiket. Sementara saya juga tidak pernah memiliki kenekatan yang cukup untuk bertarung dengan kemacetan bila nyetir mobil sendiri. 

Sehingga biasanya kami pulang sebelum atau setelah lebaran, atau di penghujung tahun. Kerinduan yang sama juga tentunya saya rasakan, tetapi sebagai lelaki kepala rumah tangga, saya hanya berbeda dalam hal ekspresi. Kerinduan seorang lelaki lebih terasa dalam tarikan nafasnya, bukan dalam kata2nya.

Saya percaya, jutaan orang sedang merasakan dan melakukan hal yang sama. Jutaan orang sedang digerakkan oleh kerinduan untuk bertemu dan sungkem pada orang tua dan keluarga mereka, di hari yang fitri. Saya tidak merayakan lebaran, tetapi keluarga besar istri mayoritas merayakan, jadi saya dengan sadar meleburkan diri dalam kebahagiaan mereka. Kebetulan, sebagai pemeluk Hindu, saya tidak memiliki hambatan teologis untuk melakukan hal itu. Melihat orang2 tua berbahagia, menyambut anak, menantu dan cucu2nya dengan mata berkaca2, bagi saya setara dengan meditasi seribu jam, atau mengucapkan doa selama sebulan

. Apakah iman saya tidak ternoda ? Saya tidak punya jawaban pastinya, karena itu urusan Tuhan. Tetapi saya meyakini 2 hal : pertama, apa yang mereka lakukan adalah hal yang indah didasari niat yang suci. Dan sesuatu yang indah dan suci tidak akan menodai apapun, malah menambah kebaikan.

 Kedua, Tuhan dalam Gita bersabda : "jalan manapun yang engkau tempuh, maka engkau akan sampai kepada KU". Saya tidak memahami kitab mereka, tetapi saya dapat merasakan kekhusukan dan ketulusan niat mereka. Dalam Hindu itu disebut jalan Bhakti, jalan penyerahan diri, jalan cinta, dan jalan itu adalah salah satu jalan yang dimaksud dalam Gita yang saya kutip diatas.

Terlepas dari itu, bagi saya yang utama adalah membahagiakan dan berbakti pada orang tua. Dan orang tua istri harus mendapatkan posisi dan cinta yang sama dengan orang tua sendiri. Mereka adalah orang yang menumpahkan cinta mereka, bekerja keras membesarkan seorang anak, menyekolahkan dengan perasan keringat bahkan hingga menjual petak2 sawah, hingga anaknya lulus kuliah. Dan saya menemukan anaknya itu begitu saja saat dia sudah "jadi". 

Hutang apa yang bisa lebih besar dari ini ? Lagipula, ketika saya merasakan cinta yang luar biasa pada anak2, saya harus sadar bahwa dalam darah anak2 saya itu ada gen dari orang tua istri, dalam cara yang sama dengan gen orang tua saya sendiri. Dengan kata lain, mereka adalah orang yang membangun kehidupan dan kebahagiaan keluarga kami -- dalam cara dan kadar yang sama dengan orang tua saya sendiri. Saat masih single, orang tua kita 2 orang. Saat menikah, orang tua menjadi 4 orang. Itu kalau istri satu. Kalau istri lebih dari satu, tinggal dikalikan 2, itulah jumlah orang tua kita, hehehe...

Dalam ajaran Hindu, menghormati orang tua adalah kebenaran tertinggi. Ajaran Hindu Bali tidak hanya mengajarkan menghormati orang tua saat mereka masih hidup, bahkan mereka tetap dihormati saat mereka sudah meninggal. Saat sudah meninggal mereka disebut leluhur, dan dipuja serta sekaligus didoakan di merajan2 keluarga. Dari Siwa Purana disebutkan, saat Siwa dan Parwati menguji kedua putranya untuk "mengitari dunia", Dewa Ganeca secara sederhana menjawab tantangan itu dengan mengelilingi ayah dan ibunya, Siwa dan Parwati.  

"Dengan mengelilingi dan memuja Anda, Parvati dan Siva, maka aku telah mengelilingi bumi yang terbentang luas dengan samudranya" (Siva Purana, Rudra Samitha, Kumara Khanda XIX.37). Lalu Ganeca melanjutkan "Tempat suci bagi seorang anak adalah kaki Padma orang tuanya. Sedangkan tempat suci lainnya bisa dijangkau dengan melakukan perjalanan jauh. Tempat suci ini begitu dekat, dengan mudah bisa dicapai dengan sebuah alat berupa kebajikan. Untuk seorang anak dan istri, orang tua adalah tempat suci yang paling bertuah dan ada di rumah itu sendiri" (Siva Purana, Rudra Samitha, Kumara Khanda XIX.41-42).

Selanjutnya, dari Dari Manawa Dharma Sastra disebutkan :
 "abhi wadanacilasya,
 nityam wrddhopasewinah,
 catwari tasya madhante,
 ayurwidya yaco balam".
 (MDS II. 121)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun