Mohon tunggu...
Sebastianus Anto
Sebastianus Anto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Seorang Buruh yang terkadang mencoba menuangkan kotoran kepala melalui coretan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila dan Agama

4 Agustus 2017   15:22 Diperbarui: 4 Agustus 2017   16:25 10645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pembahasan mengenai kebijakan beragama di Indonesia tidak terlepas dari pembahasan sejarah terbentuknya negara Indonesia karena agama merupakan komponen penting bagi landasan dasar negara. Agama merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia karena bangsa Indonesia mempercayai adanya suatu penyebab diluar kemampuan diri manusia. Kebudayaan di Indonesia memiliki unsur religius sehingga manusia Indonesia mengakui adanya Sang Pencipta. Sebelum masuknya agama Kristen yang dibawa oleh bangsa Eropa, agama Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Arab dan agama Hindu-Budha dari India. Indonesia yang dahulu dikenal dengan nusantara telah memiliki corak agamanya sendiri. Namun agama-agama nusantara tersebut cenderung tidak dianggap agama hanya dianggap bagian dari kebudayaan.

 Agama-agama nusantara hanya dipandang sebagai aliran kepercayaan dan bukan agama. Mereka yang menganut aliran kepercayaan itu dipaksa harus memilih agama yang diakui oleh negara (Islam,Protestan,Katolik,Budha,Hindu dan Kong Hu Cu). Hak-hak sipil mereka tidak dipenuhi jika tidak menganut agama yang telah ditetapkan, seperti catatan perkawinan dan kelahiran. Terkesan ada jarak antara penganut aliran kepercayaan dan penganut agama yang diakui negara. Penganut aliran kepercayaan oleh negara dianggap sebagai manusia yang belum beragama. Pengertian agama secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau.

Secara umum sederhana, agama adalah "sesuatu" yang menunjuk pada "hubungan" antara seseorang dengan Allah, Tuhan -- yanga transenden, karena "segala kekuatan keagamaan" dianggap berada pada yang transenden. Orang yang dikatakan beragama berarti orang tersebut memiliki "hubungan" dengan Allah, percaya kepada Allah (Suhadi Cholil 2008:23). Namun aliran kepercayaan yang memiliki hubungan transenden dengan Tuhan oleh negara tetap tidak diakui sebagai agama yang sah. Mereka tidak dilarang namun juga tidak diakui secara konstitusi. Keberagaman agama di Indonesia dipersempit hanya menjadi 6 agama. Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menjadi warga negara jika belum memilih di 6 agama yang diakui negara. Masyarakat yang memeluk agama selain 6 agama tersebut akan dianggap sebagai masyarakat kelas dua.

 Agama bukan lagi dilihat atau dihargai sebagai sebuah nilai yang "membebaskan" manusia, yang membebaskan warga negara dari ketidakadilan sosial, politik, ekonomi atau pembebasan dari sikap-sikap fanatisme sempit, melainkan institusi yang dimanfaatkan sekedar untuk untuk melegalkan urusan adminstratif kehidupan bermasyarakat (Suhadi Cholil 2008:26). Kondisi sosial itu dapat dilihat dimasyarakat dewasa ini yang kian hari semakin tumbuh subur golongan-golongan fanatis agama. Dalam hal ini bukan hanya agama nusantara yang tidak diakui namun ada beberapa agama seperti Yahudi, Zarasustrian, Shinto dan Taoism. Agama-agama tersebut memang tidak dilarang namun terkesan seperti dianaktirikan karena berada diluar 6 agama yang secara gamblang diakui sebagai agama sah.

 Menurut Soekarno dalam Pataniari (2002:145) Pancasila itu corak karakternya bangsa Indonesia. Sebagaimana tiap individu mempunyai watak sendiri, maka tiap-tiap bangsa pun mempunyai watak sendiri-sendiri dan pembawaan sendiri-sendiri. Pancasila merupakan ideologi bagi bangsa Indonesia sehingga berperan penting dalam sendi kehidupan bangsa ini. Terutama dalam hal ini mengenai sila pertama pancasila yang melandasi keempat sila lainnya. Bangsa Indonesia sangat mengakui akan adanya Tuhan sebagai pencipta dari alam semesta sehingga manusia Indonesia apapun suku dan kebudayaannya memiliki nilai-nilai religiusitas.

 Saat proses perumusannya, sila Ketuhanan Yang Maha Esa pernah mengalami perubahan. Dalam piagam Jakarta disepakati bahwa sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Namun isi sila pertama pada piagam Jakarta ditolak oleh masyarakat Indonesia Timur yang beragama Kristen karena dianggap tidak dapat merangkul umat Kristen. Umat Kristen sangat berkeberatan dan tidak akan bergabung dengan Republik jika bunyi sila pertama sebagai dasar negara tidak diubah. Protes keberatan itu diterima oleh Mohammad Hatta dan ditanggapi dengan cepat. Protes tersebut ditanggapi oleh Hatta melalui pertemuan singkat dengan KH. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusomo, Mr. Teuku M Hasan dan Mr Kasman Singodimedjo membicarakan keberatan umat Kristen Indonesia Timur. Dengan menjunjung nilai persatuan dan kesatuan maka para tokoh tersebut mengganti bunyi sila pertama menjadi Ketuhann Yang Maha Esa.

 Para pendiri bangsa ini memiliki jiwa yang sangat besar dalam membangun persatuan Republik terutama golongan Islam, karena mereka dapat menerima dasar negara tidak berdasarkan syariat meskipun Islam mayoritas dan bunyi sila pertama diubah. Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara karena dapat menaungi semua golongan di negeri ini. Menurut Soekarno dalam Pataniari (2002:145)

 "Republik Indonesia bukan negara agama, tetapi adalah negara nasional, di dalam arti meliputi seluruh badannya natie Indonesia. Dan apa yang dinamakan natie? Sebagai tadi saya katakan, ialah segerombolan manusia dengan jiwa Le desir detre ensemble, dengan jiwa, sifat, corak yang sama hidup di atas wilayah yang nyata-nyata satu unit atau satu kesatuan. Konsep Pancasila yang demikian maka dapat diterima sebagai dasar negara Indonesia."

Panca Sila merupakan hasil sebuah penggalian nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia, akan menjadi kehilangan maknanya ketika Panca Sila justru tidak mengakui nilai-nilai religius asli nusantara. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun