Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ulama, Jangan Bingungkan Kami

13 Oktober 2016   00:59 Diperbarui: 13 Oktober 2016   01:15 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Research (gbr: psyma.com)

Dua kubu pemuka agama membingungkan masyarakat termasuk saya terkait isu SARA yang selalu dimunculkan ketika ada calon kepala daerah berbeda keyakinan dengan mayoritas penduduknya, seperti yang terjadi pada isu SARA yang menimpa AHOK.  Sampai saat ini pemikiran saya  belum sampai atau mungkin tidak bisa sampai seperti pemikiran para ulama terutama yang condong untuk menyudutkan pihak yang berbeda keyakinan dengannya.

Saya masih berpikir kenapa harus begitu ya? Apa memang seperti itu?  kok ya rasanya kejam sekali, oleh karena itu saya mencoba memahaminya dengan membuat dua asumsi dasar sebagai pijakan utama saya untuk mendapatkan benang merahnya.

Pertama, semua manusia itu ciptaan Allah SWT. baik itu muslim atau non muslim. Ketika kita lahir ke dunia tahu-tahu dilahirkan dan berada di dalam keluarga dengan agama dan suku tertentu. Peristiwa itu tidak bisa kita pilih mau dilahirkan sebagai agama apa kita dan suku apa kita, itu semua terjadi atas izin NYA.  Sejak lahir itulah kita mau tak mau, yang pada masa kecil tidak tahu menahu disuapi dengan konsep keyakinan yang dianut oleh keluarga tempat kita dilahirkan atas izin NYA. Dan keyakinan itulah yang kita anut hingga dewasa walaupun ketika dewasa, bisa saja berpindah keyakinan karena sebab tertentu.  

Kedua, Allah SWT memiliki sifat Maha Pengasih dan Penyayang serta sifat2 maha kebaikan lainnya, yang kesemuanya tercatat dalam 99 asmaul husna. Jangankan ke sesama  manusia, dengan binatang dan tumbuhan saja kita tidak boleh melakukan perusakan. Oleh karena itu, saya meyakini bahwa setiap yang diciptakan Allah pasti ada manfaatnya, tidak mungkin diciptakan sia-sia, dan tentu ciptaanNYA harus diperlakukan baik, bukan untuk dihancurkan atau dibinasakan, bukan untuk dihina atau dicaci.

Namun, sampai saat ini saya masih mendengar ada "ulama" (mesti dikasih tanda kutip nih sebagai tanda yang dimaksud adalah "katanya sih ulama") dengan ajaran tertentu menggunakan penggalan ayat tertentu sebagai sumber informasi yang valid dan reliable ber syiar pada umat supaya tercipta suatu kondisi seakan2 manusia yang tidak seiman dengannya mesti dihancurkan, dibenci, disakiti, diperlakukan tidak adil. dan tidak diberi haknya sebagai manusia yang hidup dalam sebuah negara.

Kemudian, dari "ajaran" yang disampaikan oleh "ulama" itu, kok saya tidak merasakan ada keterkaitannya alias benang merahnya dengan sifat2 Allah SWT sebagai pencipta makhluk hidup. Saya yakin Allah tidak menyuruh kita untuk bebuat yang jahat2 pada makhluk hidup termasuk pada manusia yang tidak seiman dengan kita, seperti yang saya sampaikan sebelumnya. Saya pun yakin mereka juga mesti diperlakukan selayaknya manusia, seperti diibaratkan kita seorang pembuat karya, tentunya kita tak ingin karya kita itu dirusak, malahan kita ingin kalau bisa karya itu diperbagus, diperindah, dipercantik.

Mengenai hak dan kewajiban dalam sebuah negara, sebagaimana amanah Rasulullah bahwa setiap penduduk harus taat pada Undang-Undang yang telah disepakati di lingkungan dimana mereka bernaung, walaupun mungkin ada isi dari Undang-Undang itu tidak sesuai dengan keinginan mereka (contoh ketika Rasulullah membuat piagam madinah sebagai dasar hukum bagi seluruh penduduk Madinah yang berasal dari beragam agama dan suku). Tapi kok tetap saja ada "ulama" yang sepertinya tidak mempedulikan Undang-Undang yang berlaku dalam suatu negara?

Tafsir para ulama bisa berbeda-beda?

Nah, pemahaman suatu tafsir mungkin mirip dengan pendekatan memahami suatu konsep keilmuwan. Menurut saya yang pernah sedikit banyak mengenyam pendidikan tinggi, saya pernah pelajari bahwa untuk memahami suatu konsep mesti merangkai berbagai informasi dan data yang valid dan reliable. Sangat disarankan untuk tidak hanya berpatokan pada satu informasi atau satu data saja. Karena, ketika hanya berpatokan pada satu data atau informasi saja walaupun data itu valid dan reliable kemungkinan besar kita tidak mendapatkan makna suatu konsep secara menyeluruh.

Ketika ada makna suatu konsep tidak disampaikan dengan sebenar-benarnya dan tidak utuh maka bisa saja didefinisikan bahwa orang yang menyampaikan itu melakukan pembodohan atau pembohongan, ketika ada makna suatu konsep diputar balikkan maka bisa saja si penyampai konsep menyesatkan orang lain. Walaupun sebenarnya  informasi yang disampaikan sudah valid dan reliable, namun satu penggal informasi yang disampaikan itu bisa saja memiliki makna yang  berbeda dibandingkan jika informasi dan data itu dianalisa dan disintesiskan alias disinergikan dengan informasi dan data yang valid dan reliable lainnya.

Mengenai tafsir terkait suatu isu, saya berharap para ulama bergerak seperti ilmuwan. Karena setahu saya, ulama itu jika di lingkungan akademis bisa dianggap sebagai seorang ilmuwan/profesor, yaitu ketika meneliti dan menyampaikan suatu konsep, mereka tidak hanya berpatokan pada satu informasi (ayat) saja untuk menghadirkan pemahaman utuh mengenai satu konsep (dalam kitab suci sebagai pedoman hidup manusia), namun juga dianalisa dengan informasi lain (ayat lain, hadist, sejarah nya, dsb tentang data dan informasi terkait konsep tersebut). Mungkin dalam pendidikan tinggi agama juga diajarkan hal yang demikian. Sehingga masyrakat atau umat dapat tercerahkan secara jelas terang benderang mengenai makna dari konsep yang utuh. Tidak lagi ditafsirkan sesuai persepsi masing-masing umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun