Mohon tunggu...
Berlian MD
Berlian MD Mohon Tunggu... -

Tuangkan semua idemu, mimpimu, dan semua harapanmu dalam rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Matinya Calon Seniman Besar

19 Agustus 2017   22:02 Diperbarui: 19 Agustus 2017   22:08 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hangatnya sinar mentari pagi ini menambah semangat belajar seorang gadis kecil. Lin, gadis kecil itu biasa disapa. Rasa tidak sabar dan antusiasme yang tinggi terlihat dari sepasang mata gadis kecil itu.

Menggambar! Pelajaran pertama yang ia temui di tahun awal masuk sekolah. Kertas-kertas putih, pensil berbagai ukuran, dan krayon warna-warni tertata rapi dihadapannya. Gadis kecil itu terlihat senang sekali karena di benaknya penuh dengan gambaran-gambaran indah warna-warni. Ekspresi wajahnya mmenunjukan rasa ketidaksabaran untuk membuat karya besar perdananya di tahun awal ia sekolah.

Dengan arahan seorang guru, semua murid mulai menggambar sesuai intruksi yang telah diberikan. Para siswa diberikan intruksi untuk menggambar sebuah pesawat terbang.

Lin dapat membayangkan seperti apa bentuk pesawat terbang dengan latar awan-awan putih menggumpal seperti bulu domba-domba yang sedang berbaris. Namun, dia bingung untuk meletakkan bayangan yang ada di otaknya ke atas sebuah kertas putih kosong. Lalu apakah yang dilakukan Lin? Tentu saja gadis kecil tersebut memandang sekeliling untuk mengetahui apa yang sedang teman-temannya lakukan.

Namun, tiba-tiba gurunya menegur, "Lin! Jangan tengok kanan kiri!! Itu sama saja kamu mencontek temanmu. Mencontek itu sikap yang tidak baik".

Dengan keadaan frustasi, Lin berjuang meletakkan bayangan imajinasinya ke atas sebuah kertas. Dan ironisnya, gambaran teman di sekelilingnya lebih bagus dari yang ia miliki. Kemudian salah seorang temannya mendatangi dan mengatakan, "Lihat Lin... pesawatmu jelek sekali. Awan-awannya juga seperti domba kelaparan".

Perasaan sakit dan terhina membuat otak kreatifitasnya mulai tumpul. Terlebih ketika setiap minggunya ia bertemu dengan pelajaran menggambar. Hal itu mengingatkannya dengan ketidakmampuan, kegagalan, dan bayangan indah yang tidak terwujud. Dan mungkin  saja otaknya akan akan berteriak, "Oh tidak !! menggambar??!!" itu pun jika bisa.

 Sejak saat itu, seorang seniman istimewa dengan bakat alami akan selalu bersembunyi. Bahkan ia tidak akan peduli lagi jika bakat alami dalam jiwanya mati. Mematikan sifat kreatif anak dengan melarangnya melakukan ini dan itu, sama saja membunuhnya di masa yang akan datang. Karena kelak ketika seorang anak menjadi remaja bahkan dewasa, ia tanpa sadar akan menggunakan pemikiran kreatif masa kecilnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sedang ia hadapi.

"Anak kita adalah seniman kreatif. Hargai hasil karya mereka karena mereka memiliki kekayaan perspektif bagi karya-karya agungnya"(Tony Buzan)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun