Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Ahok, Cermin Suram Bangsa Tanpa Estetika Nasional

19 Januari 2017   22:57 Diperbarui: 19 Januari 2017   23:23 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://news.okezone.com

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang kasus Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok  diduga berdampak pada situasi politik dan keamanan nasional, mengusik kemajemukan dan sikap toleransi hidup berbangsa dan bernegara Indonesia. Sebetulnya substansi isi dan tujuan fatwa itu sendiri mengandung maksud-maksud yang baik. Namun yang menjadi masalah adalah ketika  seperti fatwa tentang kasus Ahok dan juga tentang atribut Natal telah dikeluarkan muncul kelompok yang menamakan dirinya sebagai Ormas Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) MUI. Kelompok inilah sebetulnya yang menjadi sorotan masyarakat. 

Seharusnya MUI lebih pro aktif menertibkan kelompok itu.  Soal isi fatwa, biarlah pemerintah melalui instansi yang terkait  bersama para kiyai, ulama, dan cendekiawan Muslim yang membahasnya lebih jauh.  Karena bila masyarakat awan sudah ikut campur membahas isi fatwa MUI, padahal ilmunya belum cukup untuk itu, dikhawatirkan malah menimbulkan fitnah.  

Pidato Ahok yang menyebut Surat Al Maidah itu terjadi saat kunjungan dinas di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada Selasa, 27 September 2016. Pada kesempatan itu ada pernyataan Ahok yang berbunyi: ”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”

Pidato Ahok itu dipublikasikan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui youtube. Kemudian banyak beredar cuplikan video itu berdurasi 31 detik.  Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2016 Buni Yani melalui akun Facebooknya mengunggah petikan video berdurasi 31 detik itu dengan caption.  Dikatakan bahwa Buni Yani mendownload video durasi 31 detik itu dari sebuah media online NKRI. Begini bunyi caption yang dibuat Buni Yani melalui akun Facebooknya itu:

“PENISTAAN TERHADAP AGAMA?

“Bapak-ibu (pemilih Muslim)...dibohongi surat Al Maidah 51”...(dan) “masuk neraka (juga Bapak-ibu) dibodohi”

Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini”

Kenapa kata “pakai” itu dia hilangkan? Alasan Buni Yani begini:

“Mungkin  karena saya tidak menggunakan earphone. Jadi itu enggak ketranskrip. Tapi tadi saya lihat ada kata ‘pakai’ (di video), saya mengakui kesalahan saya sekarang.”

Sangat menarik untuk menyimak pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono tentang kasus Buni Yani.  “Ini harus digarisbawahi. Masalahnya perbuatan pidana itu bukan mengunggah video. Tapi menuliskan tiga paragraf di akun FB yang bisa berujung pada siapapun yang membacanya bisa terhasut. Membuat satu kebencian yang bersifat SARA,” ujar Alwi.

Kemudian pada tanggal 6 dan 7 Oktober 2016, sesuai dengan yang terungkap dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama atas nama tersangka Ahok, para saksi pelapor melaporkan Ahok ke Polri. Terungkap pula dalam persidangan bahwa umumnya yang menjadi dasar laporan adalah video yang berdurasi  31 detik itu. Pada Selasa, 11 Oktober 2016 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa atau pernyataan pendapat dan sikap keagamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun