Kendati sekarang sudah tak beroperasi, namun, Stasiun Kereta Api Purworejo yang telah berusia 129 tahun, ternyata masih berdiri kokoh. Saksi bisu kejayaan pemerintah kolonial Belanda tersebut, tetap terawat dan terjaga sehingga setiap saat bisa dikunjungi siapa pun.
Stasiun Purworejo yang dulunya menjadi sarana pendukung pergerakan militer pasukan Belanda, awalnya dibangun demi dua kepentingan. Yakni ekonomi dan militer, mengingat Kabupaten Purworejo merupakan daerah pertahanan militer yang posisinya sangat strategis. Cikal bakal berdirinya stasiun ini, sebenarnya dirintis oleh perusahaan kereta api (kala itu) yang bernama Statts Spoorwagen (SS).
Sebelum stasiun itu dibangun, sebelumnya Kabupaten Purworejo sudah memiliki stasiun besar yang terletak di Kecamatan Kutoarjo atau berjarak 12 kilometer dari pusat kota Purworejo. Sesuai sejarah yang tertulis di salah satu ruangan stasiun, awalnya pemerintah kolonial Belanda hanya membangun jaringan rel kereta api dari Kutoarjo. Karena pertimbangan angkutan darat melalui jalan umum kerap mengalami gangguan keamanan, akhirnya tanggal 20 Juli 1887 dibangunlah sebuah stasiun dengan tembok beton.
Dalam menghadapi perang melawan Pangeran Diponegoro, pihak Belanda memang terkuras tenaga dan biaya. Pasukan pemerintahan kolonial banyak yang meregang nyawa akibat digerilya laskar, terkait hal itu, belakangan direkrut prajurit- prajurit berkulit hitam asal Afrika. “ Tentara kulit hitam itu disebut sebagai londo ireng (Belanda hitam),” kata salah satu karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang bertugas menjaga stasiun Purworejo.
Para prajurit kulit hitam yang di negeri asalnya didera kemelaratan akut, oleh pihak Belanda diberi fasilitas yang sangat layak. Mereka di tempatkan di barak-barak yang lokasinya sangat strategis dengan tujuan, setiap saat bisa digerakkan. Sampai sekarang, di dekat RSUD Kabupaten Purworejo masih terdapat dua jalan bernama Afrikan I dan II. Sayangnya, rumah- rumah yang pernah ditinggali serdadu hitam itu sudah banyak yang raib berganti bangunan baru.
Kembali ke Stasiun Purworejo yang terletak di Jalan Mayjen Sutoyo, mungkin hanya satu- satunya stasiun di Indonesia yang memiliki sinyal tunggal, yakni sinyal keluar. Pasalnya, sinyal masuk memang tidak dibutuhkan, karena stasiun ini jalurnya buntu. Cuma mengarah ke stasiun besar Kutoarjo, sedang jalur lainnya tidak ada. “ Paska kemerdekaan, stasiun ini sempat ditutup empat kali. Masa penjajahan Jepang, saat peralihan menjadi Djawatan Kereta Api dan tahun 1977. Sempat dihidupkan di tahun 1990 an, sekarang tutup lagi,” ungkapnya.
Saat ini, Stasiun Purworejo sudah tak difungsikan lagi, kendati wacana untuk menghidupkan terus bermuculan. Namun, sepertinya hal tersebut sulit direalisasi mengingat saat ini transportasi darat jumlahnya sangat banyak, ditambah hampir setiap keluarga memiliki kendaraan pribadi. Terlepas bakal aktif atau tidak, tetapi pihak PT KAI layak diapresiasi karena mampu merawat dan menjaga stasiun yang secara resmi termasuk bangunan cagar budaya yang hukumnya wajib dilindungi.