Mohon tunggu...
Bagus Firmansyah
Bagus Firmansyah Mohon Tunggu... Guru - Menyukai membuat video dokumenter, autopainting, fishery dan tanaman.

Menyukai membuat video dokumenter, autopainting, fishery dan tanaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | 60 Detik Bangkit dari Kubur

29 Desember 2017   18:55 Diperbarui: 29 Desember 2017   20:01 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara lantunan lagu Pop Tembang Kenangan itu menambah suasana ceria, Tamu-tamu berdatangan dan mengucapkan salam. Makanan itu begitu banyak diruang tamu, Anak-anak mengambil satu-persatu hingga saku mereka penuh.

Ini bukan Hari Raya, ini hari tunangan Koko keponakanku. Aku sendiri sibuk didapur menyiapkan makanan, "Budhe ijah tolong ambilkan Kerupuk udang diatas meja", sekaleng Kerupuk itu aku pasrahkan pada Tuan Rumah yang masih saudara Kandungku. Ijah nama akrabku di Keluarga, Khadijah nama lengkapku, nama pemberian Orang Tua.

Dapur ini panas luar biasa, Sekelumit kata itu tiba-tiba memecah suasana, " dengernya calon Si Koko ini hamil duluan ", Sontak bikin kaget seisi dapur, " Husss, kecilkan suaramu, ini bukan urusan kita ", dia juga keponakanku yang mulutnya pedas kalau sudah berbicara, walaupun bisa jadi benar, tapi ini tidak pantas diucapkan di hari Pertunangan.

Berdasar kesepakatan kedua keluarga, tahun depan, Koko dan Tuti akan melangsungkan pernikahan. Tamu-tamu itu pulang dengan ceria, sementara kami Sekeluarga harus merapikan semua jamuan ini. Sisa makanan yang begitu banyak itu kami bawa pulang dan kami bagikan ke tetangga sebelah rumah, Hitung-hitung ini acara Tasyakuran biar semua ikut mendoakan lancar.

"Inalilahi, inalilahi Koko meninggal Dunia, Hari ini tepat jam 7 pagi ".

Suara kesedihan dari corong Masjid itu memecah suasana Ibu-ibu belanja sayuran didepan rumah,"Kasihan, padahal kemarin baru Tunangan", ucap lirih Mak Aini. Aku segera berlari kerumah Keponakanku itu. Koko terbujur kaku, wajahnya Pucat. Saudaraku bilang ini serangan Jantung. Hiruk-pikuk tangisan itu begitu kencang, bahkan aku lupa sayuranku ketinggalan di gerobak Abang sayuran.

Baru kemarin aku menyiapkan makanan buat Acara Tunangan, dan sekarang buat Selamatan Kematian, menurutku terlalu cepat, sangat cepat, tapi aku bisa apa?, cuma pasrah dengan takdir yang sudah digariskan.

Kami mengantarkan Jenazah Koko ke Makam Umum Desa. Tangisan Tuti tak henti-henti, Tuti lagi bersedih kehilangan calon Suami, atau takut dengan Jabang Bayi yang sudah dikandungnya, "Bapakmu tiada nak, dan kami belum menikah, aku takut temanmu nanti memanggilmu Anak Haram", mungkin ini yang terbersit dipikiran Tuti selain perasaan sedih kehilangan, pikirannya tidak karuan.

Jenazah Koko dimasukkan liang lahat, dan Bapak Ustad memulai doa bersama. Tak terduga sebelum Doa dimulai, "Koko hidup lagi, Koko hidup lagi", Jenazah itu bergerak sendiri. Warga lari ketakutan, sementara Aku dan Tuti mendekati liang Pemakaman, Tubuh Koko bergerak sendiri, ini tak mungkin.

Tuti malah senang dengan semua ini, "Suamiku tak jadi mati, Suamiku tak jadi mati" ucapan itu terdengar beberapa kali. Tikus-tikus itu keluar dari balik badan Koko mengecewakan hati Tuti, ternyata warga menggali makam itu tepat dilubang Tikus. Tikus-tikus itu berontak keluar lubang bergantian, dan Acara Pemakaman akhirnya diteruskan setelah Tikus terakhir keluar dari lubang Pemakaman.

Tuti yang awalnya gembira itu tiba-tiba lunglai lemas tak berdaya, "lalu siapa Bapak Bayi Anakku ini?", ucapan itu terdengar banyak warga. Kenapa tak kau simpan saja ucapanmu itu, kini semua orang tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun