Sekedar berbagi....Â
Menanggapi running text di sebuah televisi swasta tentang diprosesnya 662 kasus penyelewengan dana desa yang diproses KPK, membuat saya berpikir ulang tentang bagaimana desa bisa sejahtera dengan skema pemberian dana seperti dana desa, tanpa mempersiapkan kualitas kepemimpinan di desa itu sendiri.
Saya tinggal di sebuah desa, yang kepala desa nya beberapa kali diproses di kejaksaan, terkait beberapa kasus, mulai dari sertifikat palsu, penyelewengan dana, pemalsuan dokumen laporan keuangan, hingga penyelewengan dana untuk rumah tidak layak huni.
Teringat dengan konsep Semaul Undong di Korea Selatan, tentang desa yang sejahtera karena inisiatif warganya, didukung oleh pemerintah, tapi tidak jor-joran; dan sudah pasti memperhatikan local wisdom di program Semaul Undong tersebut.
Salah satu budaya di desa Korea Selatan adalah "malu menerima bantuan", sehingga pemerintah Korea Selatan hanya memberikan bahan baku dalam proses pembangunan, sisanya, warga atas inisiatif penggerak desa, membangun bersama warga, membangun desanya, hingga bisa bangkit dari keterpurukan.
Pada tahun-tahun berikutnya, bantuan pemerintah pun berkurang; hingga desa di Korea Selatan tersebut bisa berkembang dan sejahtera. Kini, Semaul Undong menjadi rujukan dalam pengembangan perdesaan di seluruh dunia.
Satu cerita lagi adalah tentang Desa Umaji, sebuah desa kecil di Jepang. Memiliki komoditas unggul buah jeruk dengan catatan, jika dijual hanya berupa jeruk utuh, tidak laris manis di pasaran. Akhirnya, seseorang yang merupakan pengelola sebuah koperasi di desa tersebut, melakukan terobosan dengan melakukan olahan terhadap buah jeruk tersebut--tidak dijual sebagai buah jeruk--melainkan dijual sebagai olahan kecap. Boom...! kecap umaji tersebut pun laris manis dan sangat terkenal di Jepang.Â
Terobosan produk yang kemudian menjadi branding desa tersebut mengangkat derajat perekonomian di Desa Umaji, hingga terkenal ke seluruh dunia.
Kembali ke Indonesia..
Dana Desa yang diatur dalam UU No 6/2014 seharusnya membangun desa mencapai cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat makmur, adil, sejahtera. Akan tetapi, gelontoran dana akan bak pisau bermata dua; bisa berdampak positif, atau berdampak negatif. Sehingga, kualitas kepemimpinan kepala desa menjadi sangat penting dalam pengelolaan dana desa tersebut.
Jika mengurut kepada cara pemilihan kepala desa saat ini di beberapa tempat, yang masih dengan mekanisme pemilihan langsung, tapi tak terhindarkan juga dari intervensi politik; menjadi rebutan yang luar biasa, sehingga pemimpin yang lahir pun bisa muncul dari beragam proses; mulai dari proses yang jujur, keterpilihannya memang berdasarkan kualitas yang sudah diakui; di ekstrim yang lain, ada juga kepala desa yang bermodal sendiri atau 'bermodalkan uang orang lain" yang kebetulan berbarengan waktunya dengan pemilihan dalam konteks politik di lebel yang lebih tinggi.Â