Jelang rembuk nasional 2016 dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK, seorang rekan pakar transportasi, Profesor Erika B.(EB) berbagi kisah tentang tantangan koneksitas dalam transportasi dalam kaitannya dengan biaya yang selalu menjadi isu hangat. Dengan mengambil contoh kasus transportasi di wilayah Sumatera Selatan, EB menunjukkan masalah koneksitas di daerah pedalaman (hinterland). (lihat artikel EB : The Importance of Hinterland Connection to Improve Port Productivity in South Sumatera). Sebagai seorang pakar yang peduli akan pertumbuhan perekonomian di daerahnya, kajian koneksitas dan masalah biaya ini layak untuk mendapatkan perhatian.
Gambaran transportasi dan logistik Indonesia khususnya pasca 2 (dua) tahun pemerintahan duet Jokowi-JK diberikan pada Peraga-1.
Secara umum, biaya transportasi berhubungan erat dengan kualitas sarana, kecepatan dan waktu, serta efisiensi penanganan. Sarana transportasi berkaitan dengan moda yang digunakan; untuk transportasi darat pilihannya pada angkutan jalan raya (misalnya truk) atau kereta api. Pada daerah tertentu seperti Sumatera Selatan atau Kalimantan dengan ketersedian sungai yang cukup besar, penggunaan angkutan sungai dapat menjadi pilihan.Â
Ketersedian jalan dan alat angkut yang baik mutunya, menyebabkan pergerakan barang akan lancar dan waktu tempuh perjalanan menjadi singkat sesuai dengan ketentuan kecepatan. Yang sering terjadi adalah pelanggaran ketentuan angkutan yang memuat beban lebih dari batas, menyebabkan jalan cepat rusak. Kondisi jalan rusak akan berakibat menambah waktu perjalanan. Bertambahnya waktu perjalanan akan mengurangi jumlah perjalanan (trip) yang dapat dilakukan kendaraan pengangkut sehingga menurunkan pendapatan. Keadaan ini menyebabkan pengusaha angkutan menaikkan ongkos atau biaya. Tentang efisiensi penanganan (handling) khususnya pada pelabuhan laut sudah menjadi isu panas pada dan berkaitan juga dengan masalah pungutan liar (pungli) serta prosedur administrasi yang melibatkan berbagai instansi.Â
Apakah perbaikan sarana transportasi, misalnya jalan akan langsung menurunkan menurunkan waktu perjalanan dan meningkatkan jumlah trip ? Bagaimana dengan biaya yang ditanggung pengguna yang selanjutnya menjadi komponen harga ? Memang tidak dapat mengharapkan hasil secara langsung dan "instant" karena berkaitan dengan perilaku pengguna juga pada pelaku (actor) di lapangan yang berfungsi sebagai pelaksana aturan dan tugas pengawasan.
Secara keseluruhan masalah koneksitas dan biaya transportasi yang diangkat EB merupakan cermin "High Cost Economy" dan bagaikan parasit menggerogoti perekonomian.