Ini cerita eyang marga saya yang pertama datang di Jawa, Surabaya circa 1850an. Ikut seorang yang ditemuinya sewaktu menyukur rambut yang mengajaknya ke Nanyang.Â
Dia seorang tukang cukur pengembara yang bisa silat, kebetulan menolong seorang Jawa yang sedang dirampok di Permukiman Arab, Teluk Zaitun, Quanzhou Hokkian, kemudian menjadi pengawalnya dan tiba di Ampel, Surabaya.Â
Dia meneruskan pekerjaannya memotong rambut dibawah pohon seperti yang didalam gambar diatas, sambil berjualan kacang goreng yang digelondongi masuk keluar kampung memainan rebab dan ngamen. Setelahnya, dia membuka warung polowijo dari uang celengan hasil jerih payah dan mengikat pinggangnya.Â
Dia kembali Hokkian untuk pensiun dimasa tuanya, memberikan jalan sanak familinya untuk meneruskannya ke Surabaya. Begitu terus beberapa giliran generasi yang serupa, sudah tua mereka juga kembali ke kampung halamannya di Hokkian.Â
Sampai akhirnya, kami keturunan seperti cerita kebanyakan peranakan Tionghoa dari nyai Jawa yang ditinggalkan, tidak lagi mengerti dari mana asal kedatangan nenek moyang mereka, serupa orang Jawa keturunan Tamil maupun yang keturunan Arab sekarang.
Kalau Tamil dan Arab sekarang menganggap dirinya Pribumi, sama-sama anak bangsa, mengapa keturunan Tionghoa masih dianggap mereka asing atau aseng?
Silahkan juga membaca: Pembentukan Bangsa Indonesia dari Perantauan Manusia
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/anthonytjio/pembentukan-bangsa-indonesia-dari-perantauan-manusia_555eb47fc723bd35058b45a1
Heningan: Anthony Hocktong Tjio,Â
Monterey Park, CA. 19 Pebruari 2017.