Mohon tunggu...
Anitya Wahdini
Anitya Wahdini Mohon Tunggu... Guru -

Alumnus Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi, angkatan 2001. Sempat mengenyam pengalaman menjadi jurnalis pada tahun 2006 sebelum akhirnya banting setir menjadi guru empat tahun kemudian. Kini aktif mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di salah satu SMA swasta di Bekasi. Buku yang telah diterbitkan: Perkawinan Sehat: Tips untuk Sang Dara, menulis bersama Dr. Endang R. Sedyaningsih-Mamahit, DR.PH (Menteri Kesehatan RI Kabinet Indonesia Bersatu II), diterbitkan oleh Dian Rakyat pada tahun 2012, dan novel Not an Angel, a Devil Perhaps, diterbitkan secara indie pada tahun 2013.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Buku Tak Hanya untuk Si Kutu Buku

13 September 2017   07:23 Diperbarui: 13 September 2017   09:02 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa yang telah memulai Book Project: (dari kiri atas searah jarum jam) Hafizhah, Armand, Indhi, Andreas, dan Dimas

   Pernah melihat seorang anak yang menyukai novel Assasin's Creed terlibat pembicaraan seru bersama temannya saat membandingkan novel tersebut dengan versi filmnya yang tayang beberapa bulan lalu?

Ah, itu pasti pemandangan yang biasa. Setiap penyuka buku pasti akan antusias jika membahas novel favorit mereka, apalagi membanding-bandingkan dengan versi adaptasi layar lebarnya.

Namun pernahkah kalian melihat atlit basket sekolah asyik menekuni sebuah novel di sela-sela latihan? Atau seorang anak lelaki yang biasanya selalu merasa bosan pada apa pun, termasuk pelajaran sekolah, terpingkal-pingkal membaca buku cerita bergambar di waktu istirahat? Nah, saya pernah!

"Semua gara-gara Miss Tya," demikian dalih anak-anak kelas X, termasuk si atlit basket dan anak yang selalu bosan itu, jika ditanya mengapa mereka mendadak lekat dengan buku.

Sebenarnya jika ingin ditarik garis asal mula kejadiannya, semua ini "gara-gara" bapak menteri pendidikan dan kebudayaan kita. Bulan Juli 2015 silam, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Salah satu hal penting yang tertuang di dalamnya adalah kewajiban membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai setiap hari di sekolah. Berdasarkan aturan tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikjen Dikdasmen) meluncurkan sebuah program bernama Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Jadi, masih mau menimpakan "kesalahan" pada saya atau pada bapak menteri?

Ketika pertama kali peraturan itu dicanangkan, saya memang tak serta merta menerapkannya di kelas saya, apalagi di sekolah. Status saya jelas hanya guru biasa, bukan pemangku jabatan, jadi saya tak punya peran banyak dalam menentukan program sekolah. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan di kelas. Kelas saya, peraturan saya. Maka di sinilah misi GLS saya selipkan.

Sebelum memulai pelajaran setiap harinya di setiap kelas X, saya menyisihkan 15 menit pertama untuk membaca dan membahas sebuah buku. Buku apa pun, boleh novel, cerita bergambar, komik, ensiklopedi, biografi, pokoknya genre dan jenis buku apa pun asalkan bukan buku teks pelajaran. Sejenak singkirkan dahulu jauh-jauh yang namanya buku paket!

Cara yang saya terapkan sederhana. Di semester pertama ini saya mewajibkan setiap anak membaca ulang buku yang pernah mereka baca sebelumnya dan menjadi buku favorit mereka. Membacanya tentu di waktu luang masing-masing.

Di kelas, secara bergiliran satu orang anak setiap jam pelajaran saya harus membacakan penggalan tulisan dari buku tersebut yang mereka anggap menarik, lalu membaginya di hadapan teman-teman sekelasnya. Teman-temannya ini kemudian boleh bertanya mengenai buku yang tengah dibahas tersebut sehingga terjadi interaksi yang menyenangkan dan pertukaran info mengenai sebuah buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun