Mohon tunggu...
Ali Reza
Ali Reza Mohon Tunggu... wiraswasta -

orang bekasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyedihkan, TKVDW Disebut Sekelas Academy Award

20 Desember 2013   07:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:43 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan ini untuk menanggapi tulisan Mas Andhika Heru "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Sekelas Academy Award."

Menyedihkan memang, karena alih-alih bermaksud mengangkat film tersebut, Mas Heru malah menjatuhkannya TKVDW lebih dalam. Saya berusaha jujur dan tidak merekomendasikan film ini dengan alasan yang pernah saya sebutkan sebelumnya disini. Namun Mas Heru membuat saya untuk menulis lebih banyak kesalahan dari TKVDW.

1. Kualitas gambar.

Ya, Mas Heru hanya terkesan pada sesuatu yang disamakan dengan jamannya, tapi melupakan yang lain dan terutama mendasar. Apakah karena setelah melihat kuda-kuda yang lebih baik dari kuda di sentron maka mengatakan kualitas gambarnya baik? Anda pasti akan tercengang ketika melihat kualitas gambar yang buruk, buram, gelap ketika Zainuddin pindah ke Padang Panjang. Pengambilan langit dan awan yang terlalu sering sangat mengganggu. Bagaimana dengan seorang bocah yang muncul tiba-tiba di adegan perpisahan Zainuddin dan Hayati. Siapa yang membawanya? Apakah bocah itu mengikuti mereka? Kelemahan lain adalah terlalu banyaknya slow motion (selalu dilakukan film-film lokal), seolah baru mengenal teknik ini (dasar amatir).

2. Pemilihan aktor/aktris, inilah kesalahan yang fatal.

Herjunot Ali memang lebih baik. Tapi Pevita Pearce yang pernah saya sebut sebagai kesalahan sangat fatal. Bagaimana tidak? Logat Minangnya timbul tenggelam dalam suara sedikit parau anak jaman sekarang. Randy Nidji tidak kalah parahnya. Pengucapan dialognya yang datar tiba-tiba bisa membangkitkan semangat Zainuddin. Tentu saja juga dengan logat Minang yang timbul tenggelam. Reza Rahardian? Tidak kelihatan gairahnya (apakah ini karena ia jadi pemeran pembantu) Lalu, apakah dengan banyaknya figuran bule Mas Heru berfikir film ini bagus? Hahaha, lihat saja betapa kakunya mereka, terutama adegaan di kapal.

3. Detil gambar maupun cerita.

Mas Heru melupakan kesalahan mendasar. Daftar harga di barber shop yang dicetak lewat printer komputer. Beberapa kali terlihat kesalahaan pengejaan seperti yang saya tulis sebelumnya. Pakaian Ijah? Saya melihatnya di Zalora.

Dari cerita, film ini terkesan sangat setia pada novelnya. Hal ini bisa terlihat banyak dialog yang panjang dan tidak perlu dimasukkan. Saya tertawa ketika seorang room service menemukan mayat Azis (sangat amatir dan sinetron banget). Perhatikan ini. Dua room service berpapasan, sapaan terkesan basa-basi. Room service pertama mengetuk pintu (padahal ada bel di sampingnya), lalu tanpa menunggu lama masuk (sangat cepat), celingak-celinguk, lalu teriak.

Mengenai kapal. Nggak usah sebut betapa susahnya mencari kapal, penonton ingin melihat hasil yang wajar dan logis. Saya melihat benda itu hanya sebuah kapal kaleng di air yang tenang dan tiba-tiba tenggelam. Masuk akal?

Buat Mas Gareth Evans, film anda jauh lebih baik dari TKVVDW

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun