Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kasihan, Pohon Tak Bisa Memohon ketika Dirobohkan

20 Januari 2017   06:12 Diperbarui: 21 Januari 2017   12:02 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tribunnews.com

Sejatinya, pohon tak usah memohon ketika dirobohkan. Ditebang untuk keperluan bukan mendesak. Dalam falsafah Sunda, bahwa tatangkalan cicing (pepohonan diam), sasatoan meuting (binatang terjaga). Biarpun galibnya, bangsa unggas akan ngampih (pulang) namun ketika beristirahat tidur dalam keadaan peureum hanyam. Sedangkan manusa eling (manusia berpikir).

Kita menganggap pohon itu diam. Tak seperti binatang ketika disembelih, maka seekor sapi pun akan melenguh. Begitu pula manusia akan mengeluh manakala sakit. Namun diamnya pohon bukan tanpa daya. Keberdayaan pohon ketika banyak dihilangkan, akan tampak manakala terjadi kekeringan, banjir dan longsor. Ungkapan dari Mang Ihin, seorang sesepuh Sunda, bahwa leuweung ruksak, cai beak rakyat balangsak (hutan rusak tiada mata air masyarakatpun merana) menandakan kekuatan pepohonan sebagai penjaga alam.

Padahal bukan pula tanpa pengawasan-Nya, karena jangankan ribuan daun yang gugur akibat sebuah pohon ia ditebang, bahkan selebar daun gugurpun diketahui-Nya (QS 6:59).

Sedang sasatoan meuting (kumpulan binatang terjaga). Meski sebangsa unggas akan ngampih (pulang ke sarang) manakala matahari terbenam, tetapi dia tetap terjaga. Istirahatnya peureum hayam. Sementara banyak hewan yang noktural. Berkegiatan ketika malam hari.

Manusa eling (manusa berpikir), sebagai khalifah-Nya di muka bumi, selalu harus eling. Berpikir untuk menjaga kelestarian alam. Namun ayat-ayat lingkungan hidup jarang disentuh para penerus nabi. Ceramah di masjid dan televisi, lebih fasih berbicara surga dan neraka dengan segala pernak-perniknya.

Ketika mendengar ratusan pohon ditebang, hanya dapat berempati dengan sikap: prihatin. Tanpa daya. Lebih miris lagi, ketika pelaku penebangan dengan enteng mengatakan, “Akan mengganti pohon yang ditebang dengan pohon yang lebih banyak.” Tentu saja, tidak akan sama dengan pohon-pohon yang telah ditebang. Telah tumbuh besar dan rindang. Padahal pohon tak tumbuh tergesa, begitu kata Tisna Sanjaya seorang perupa yang peduli pada lingkungan. Sebagai contoh: penebangan ratusan pohon untuk perluasan lapangan golf Arcamanik Kota Bandung (2013), dan perluasan jalan tol di Bogor (2017). Padahal di negera Eropa, sebut saja Jerman dan Perancis harus adu regeng (berdebat panjang dan alot) untuk menebang sebuah pohon demi memasang fasilitas umum, begitu kata Kang Ganjar Kurnia, mantan rektor Unpad. Sikap mempertahankan pohon, saya jumpai ketika bersepeda keliling Bali. Sejumlah pohon dibiarkan berdiri terhindar dari pelebaran jalan. Malah sebagian besar pohon dililit kain bercorak kotak-kotak.

Sikap memandang enteng ini, karena kita terbiasa melihat pohon. Bahwa tongkat kayu pun jadi tanaman (terimakasih Koes Plus) pada tanah Indonesia yang subur. Hingga perlakuan pada pohon tak pernah jadi perhatian. Coba saja lihat: hampir di sepanjang jalan ketika PKL berupa warung, kios, tambal ban atau usaha lainnya, maka pohon selalu dikorbankan. Dengan enteng menancapkan paku begitu rupa. Mungkin boleh ditanyakan pada Kang Sariban, seorang lelaki paruh baya. Dia rajin memelihara lingkungan, sehingga jadi ikon pemelihara lingkungan dari Kota Bandung. Dengan sepeda khasnya, membawa pannier berupa tempat sampah, serta alat kebersihan seperti sapu dan pengki. Tak lupa juga linggis untuk mencabut paku. Coba tanyakan: Sudah berapa kilogram paku yang pernah dia cabut dari pepohonan?

Kang Sariban sering merasa jengkel, apabila ada yang memasang baliho, umbul-umbul promosi ke pohon ditancapkan dengan paku. Sementara itu, dia juga sering jengkel apabila pohon yang ditebang untuk keperluan akses jalan masuk. Entah restoran, distro, bank, dsb. Celakanya, bukan hanya dilakukan para pelaku usaha, melainkan juga para penguasa yang notabene intansi pemerintah.

Penebangan Pohon Proyek Tol BORR. ©2017 Merdeka.com/Ilham Kusmayadi
Penebangan Pohon Proyek Tol BORR. ©2017 Merdeka.com/Ilham Kusmayadi
Sebenarnya urang Sunda, memiliki kearifan lokal perlindungan pada pohon. Tapi nyaris hilang, yaitu perlindungan kawasan hutan dengan sikap “pamali”. Memasuki leuweung karamat (hutan keramat) harus punya rasa hormat, jika tidak akan mendatangkan tulah. Sebuah kecelakaan secara gaib, tanpa sebab musabab. Bahkan untuk memesukinyanya, selain tak boleh bicara sompral (sembarangan), tanpa alas kaki, atau memakai baju adat seperti di beberapa kawasan hutan keramat di tatar Sunda, yang ada di kampung adat Cipta Gelar dan Kampung Naga.

Namun ironisnya, hutan Sancang yang dianggap keramat dan angker, karena berkaitan dengan cerita moksa Prabu Siliwangi, namun nyaris habis saat reformasi. Tatangkalan geuleudeugan (pepohon yang besar) nyaris tak nampak lagi di kawasan itu.

Sifat tangkal cicing, seringkali tak dimaknai bahwa pohon tak memiliki interaksi dengan manusia. Padahal dari pengalaman dan pengamatan, perlakuan baik pada pohon akan berbalas kebaikan begitupun sebaliknya. Sebuah kisah: ada usaha pembuatan plat nomor di pinggir jalan. Kiosnya berada di bawah pohon yang rindang. Namun pemiliknya tak memiliki rasa sayang. Dengan seenaknya dia membuat teritisan dengan bantuan cabang pohon untuk penyangganya dipaku. Selain itu, juga sering menancapkan paku untuk mengeringkan plat nomor. Sehingga lama kelamaan, pohon itu meranggas dan akhirnya mati. Entah pihak Dinas Pertamanan atau dia sendiri yang menebangnya. Pohon yang rindang tak ada lagi.

Akibatnya, pada siang hari sampai sore akan terjerang matahari. Pemesanan plat motor menjadi sepi. Tak ada lagi pemesan plat nomor motor yang duduk menunggu. Bahkan usaha pembikinan plat nomor seperti tutup. Ternyata pemiliknya dicokok polisi karena ikut terlibat pembuatan plat nomor motor palsu untuk kendaraan curian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun