Seorang teman bermarga Sembiring Pelawi menuturkan kisah ini.
Suatu saat di depan sebuah warung (kede) kopi di Kampung Munte Tanah Karo, pada sekitar tahun 1940 an.Seorang Guru Agama sedang melintas persis di depan kede kopi yang banyak pengunjungnya.Di dalam kede ada juga seorang “guru” sedang menikmati kopi hitamnya.Dia disebut“guru” bahkan dengan embel embel “mbelin”, jika disatukan menjadi “guru mbelin”, sebutan kepada orang yang mempunyai “ilmu” (hitam) yang dahsyat.“Guru mbelin” atau “dukun hebat”.
Lalu para pengunjung menantang dia untuk mencobaiatau mengalahkan sang guru agama kristen tadi.Sorakan dan ajakan para “perbapan” (lelaki dewasa yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak) membakar emosinya.
“ Ug,la kam pang e, guru?”tanya orang banyak.Artinya.Apakah kamu tidak berani menantang guru agama itu pak dukun?
“Tuduhken dage maka kam nge simbisana”, tambah orang banyak. Tunjukkan bahwa Pak Dukun paling hebat, paling kuat.
Kemudian Pak Dukun ini beranjak dari tempat duduknya. Melangkah keluar, lalu mengambil debu dari bekas tapak kaki lintasan sang guru agama yang baru lewat. Mengucapkan jampi jampi untuk menjatuhkan sang guru agama.Penonton di dalam kede kopimenunggu kejadian selanjutnya dengan hati berdebar.Sebab biasanya beberapa saat setelah jampi (tabas) diucapkanmaka orang yang dijampi akan jatuh, menggelepar bahkan mati seketika.
Namun kali ini tidak terjadi apa apa, sang guru agama tetap berjalan menuju tujuannya.Ada rasa penasaran dalam diri sang Dukun.Lalu diambil lagi debu tapak kaki, kali ini jumlahnya lebih banyak.Jampi diucapkan dengan muka yang lebih serius.Tetap tidak terjadi apa apa.Sang Guru Agama berjalan semakin menjauh.
Dari dalam warung sorakan yang bernada ejekan muncul, sebab sudah dua kali gagal. Kali yang ketiga akan dilakukan, oleh dukun yang semakin penasaran.Rona wajah legamnya semakin merah menghitam.Lalu debu tanah bekas tapak kaki guru agama diambil lagi lebih banyak.Diangkat dengan dua tangan mendekati mulutnya.Jampi jampi iucapkan dengan lwajah sangat serius, juga lebih lama.Dia yakin kali ini Guru Agama yang lewat pasti akan jatuh.Ada teriakan kecil untuk menghimpun dan melepaskan semua kekuatan untuk menjatuhkan‘objek’ yang tetap menjauh bahkan semakin mengecil.
Tetap tidak jatuh, dia terheran heran.Lalu lari mendatangi sang guru agama yang tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Denga nafas tersengal dan kata kata yang terpatah patah, dia lalu bertanya kepada sang guru agama kristen protestan : Ise nge si arah kam ena? Terjemahan langsungnya siapa yang ada sama kamu? Siapa jinujungmu?Siapa Dukunmu. Pertanyaan yang diajukan sebagai tanda takluk, serta ekspressi untuk menyampaikan kekaguman.
Selanjutnya sang “guru mbelin” atau dukun hebat yang tiga kali gagal menjatuhkan Guru Agama Kristen beralih menjadi orang kristen, bahkan memberikan tanahnya untuk dijadikan gereja.