Mohon tunggu...
Akira Watanabe
Akira Watanabe Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Masuk SMAN 16

22 Agustus 2017   13:01 Diperbarui: 22 Agustus 2017   13:05 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjuangan? Saya rasa tidak terlalu berat, karena 16 itu pilihan kedua saya. Tapi tetap saja saya merasakan rintangan-rintangan untuk mencapai sekolah ini. Jadi, awal mula kenapa saya bisa di 16 ini karena saya tendangan dari SMAN 11. Betul, saya termasuk dari anak-anak yang ketendang dari pilihan pertama. Saat pembagian nem dulu, saya ngedown banget karena mendapat nem kecil. Lalu saya berharap semoga nem saya cukup untuk masuk pilihan pertama. Namun sayangnya, saya kurang prihatin. Dengan taunya saya bahwa passgrade SMAN 11 tahun lalu 29.00, dan nem saya adalah 28.00, saya mulai merasa sedikit percaya diri. Karena saya tau nem saya akan mendapat tambahan.

Nah, ketika itu tiba-tiba teman ada yang menginfokan saya bisa mengikuti jalur zonasi. Yasudah saya ikut, otomatis nem saya bertambah menjadi 29.00. tetapi tetap saja, sekali lagi, saya kurang prihatin. Kenapa? Bayangkan, teman-teman saya yang lain banyak-banyak berdoa ketika hari disaat pengumuman zonasi diumumkan. Sedangkan saya, di waktu ketika hari pengumuman, malah main. Saya sangat menyesal saat itu. Dan ketika pengumuman dipampang di laman website, saya syok, ngedown, dsb lah. Teman-teman saya yang ikut main pun juga merasakan hal yang sama, karena nama mereka tidak tertera di lama tersebut juga.  Akhirnya kamu pulang ke rumah masing-masing.

Kemudian saya mengadu ke orangtua, langsung dihujani kalimat-kalimat penenang, karena saat itu saya menangis ketika ayah saya berkata, "Ayah sama Ibu juga yang salah, karena kurang prihatin sama kakak." Memang orangtua saya itu sibuk kerja. Tapi sepenuhnya ini salah saya sendiri yang kurangnya doa dan keprihatinan. Karena pasti orangtua saya tak pernah luput dari mendoakan saya. Yasudah, karena jika berlarut-larut dalam kesedihan dan penyesalan itu tidak baik, saya berhasil move on. Mulai dari situ saya selalu nethink, takut tidak keterima di sekolah manapun, kecuali swasta.

Nah, ayah saya teryata sudah diam-diam mendaftarkan saya di sekolah Al-Azhar Solo. Ketika beliau menanyakan kepada saya terkait data-data yang harus diisi dal pendaftaran, saya langsung curiga jika memang sudah didaftarkan di sekolah swasta. Yasudah, saya ngotot dong tidak mau di swasta. Dikarenakan biaya mahal, dan saya sudah merasakan sekolah swasta selama 11 tahun. Ya saya mau merasakan bagaimana bersekolah di sekolah negri dong. Akhirnya ayah saya membatalkan pendaftaran di sekolah tadi. Tidak sampai situ saja, saya masih ditawari untuk sekolah negri di Solo. Kali ini dengan alasan supaya bisa menemani nenek di Solo. Dan juga karena jika kita berada di Solo, kemanapun kita pergi selalu dekat. Gramedia? Dekat, hanya 6 atau 7 kilo, bahkan tidak sampai. Mall? Dekat juga. Tapi memangnya saya ingin menghabiskan uang di sana?

Pilihan itu saya tolak juga, karena saya prefer sekolah yang tidak jauh-jauh amat dari pusat ibu kota. Kenapa? Karena sebenarnya saya sering ikut dalam event-event festival jepang. Memang hobi saya begini, dan orangtua saya mendukung. Dan akhirnya mereka berhenti 'merayu' saya untuk bersekolah di Solo, dan memutuskan mengikuti ppdb jabar, saya juga santai-santai aja. Karena tau kalau nem saya akan mendapat poin tambahan lagi seperti halnya zonasi kemarin.

Ketika ppdb, saya mendaftar pada hari keempat. Tetapi sebelumnya, saya pernah ikut teman dalam proses mendaftar. Dan itu gak gampang. Harus ngumpulin berkas-berkas macam kartu keluarga, rapot SMP dari semester satu sampai lima, SKHUN yang memperlihatkan nilai nem saya yang kecil. Pokoknya ribet. Dan sudah gitu, ngantrinya Masya Allah. Teman saya, yang medaftar di haru ketiga saja sudah urutan ketigaratusan, apalagi saya yang di hari keempat. Urutan saya saat itu empat ratus tujuh puluh tujuh, dan harus bolak-balik dua kali ke sekolahannya.

Ketika saya daftar, saya dapat urutan segitu, saya nunggu sampai siang, eh malah disuruh pulang. Yasudah besoknya saya datang lagi, mengantri, dan masih disuruh pulang. Hari kelima saja masih ramai sekali. Akhirnya saya mengakbil print-out pada hari terakhir, bersama orangtua saya. Setelah mengambi print-out pada hari terakhir, saya menuju ke SMAN 16. Katanya orangtua saya ingin survey. Yasudah saya ikut. Dan first impression saya ketika melihat SMAN 16 ini adalah, masih alami banget. Tidak ada pagar, tidak ada lapangan, dan pohon dimana-mana. Lalu saya mencoba melihat-lihat gedungnya, dan first impression saya mengatakan bahwa kelasnya lumayan. 

Iya lumayan, bersih dan bagus. Yang penting ada AC-nya. Lalu ketika ada seorang guru lewat, ibu saya bertanya, 16 itu KBM aktif dari jam berapa sampai jam berapa. Lalu beliau, guru itu menjawab, setengah tujuh sampai jam tiga sore. Saya bungkam, lalu berbicara, "Yah, padahal anin pengen negri karena pulang cepat." Sayangnya tidak. Yasudah saya terima saja, karena selama SMP juga saya dibiasakan pulang sore. Lagian juga nanti kalau 16 pulang setengah haru saya yakin anak-anaknya kebanyakan ngabisin duit. Iyalah, nongkrong terus. Depan es kelapa, sampingnya mie ayam, deket sama Mcd.

Kembali ke ibu saya dan sang guru itu. Mereka berbincang cukup lama dan ketika guru itu sudah pergi, ibu saya bilang kepada saya, "Udah kak di sini aja. Ibu nyaman sama suasananya, nggak usah pindah ke sebelas." Memang sebelumnya ibu saya  bilang, coba cari pilihan kedua yang terakreditasi A. yasudah, ketika ibu saya tau 16 akan segera bergamti menjadi akreditasi A, beliau menyuruh saya sekolah di sini sementara, dan ketika pergantian semester nanti, saya dibolehkan pindah. Tapi, semua tadi tidak akan terjadi ketika ibu saya melakukan survey ke 16. Jadinya saya mengikuti saja, yang penting masih di Bekasi, dan masih dekat dengan ibu kota. Walaupun saat itu masih sangat ingin di 11.

Setelag nama saya terpampang di ppdb SMAN 16, saya merasa cukup senang dan tenang. Karena nem saya yang segitu, masih bisa menempati posisi ke-43 dari 194 orang. Setidaknya, saya terjamin masuk 16. Dan ketika menjelang pendaftaran ulang, saya mengalami banyak peristiwa memalukan. Ketika h-1 hari pendaftaran ulang, saya belum memiliki passphoto. Alhasil, saya pagi-pagi pergi ke fotokopi dekat rumah, untuk mengambil foto ukuran 4 x 6. Ketika sudah selesai, saya pulang. Karena dekat, saya pikir jalan saja. Ketika saya sampai rumah, saya teringat belum melegalisir rapot. Kemudian saya langsung menghubungi kanto TU SMP saya, dan untungnya sudah buka dan saya dibolehkan melegalisir saat itu juga.

Yang tidak enak adalah, saya disuruh ke kantornya itu setelah dzuhur. Apalagi saat itu terik sekali. Dan saya terpaksa naik angkot dikarenakan belum boleh membawa motor. Ketika saya menunggu angkot, dan tidak datang-datang, saya memutuskan jalan saja ke sekolah. Lumayan jauh jaraknya. Ini sebuah perjuangan, benar-benar perjuangan. Skip, ketika selesai melegalisir, saya pulang dengan berjalan kaki juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun