Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Dapur Mental Olahraga I: Sejarah Psikologi dalam Ranah Olahraga

11 Desember 2013   13:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:03 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Prestasi adalah target akhir yang ingin digapai oleh semua insan olahraga. Namun tak jarang keinginan tersebut tidak diikuti oleh kesadaran akan proses yang harus dilewati untuk mencapainya, termasuk dalam olahraga. Apa yang dibutuhkan seorang atlet untuk dapat berprestasi? Fisik sehat nan ideal menjadi syarat utama. Kekuatan fisik tersebut juga tidak akan berarti apapun tanpa diimbangi kemampuan motorik yang mumpuni (skill). Apakah kekuatan fisik dan skill cukup untuk mengantarkan seorang atlet menuju gerbang prestasi?

Pondasi Psikologi dalam Olahraga

Tercatat sejak tahun 1950-an, negara Uni Soviet telah mengembangkan desain khusus yang bukan hanya mengedepankan kekuatan fisik dan skill saja, namun juga mengembangkan ketrampilan mental sistematis untuk atlet mereka menuju prestasi (Ryba,Stambulova, & Wrisberg, 2005; JM Williams&Straub,2006).

Sebenarnya selain kekuatan fisik, kemampuan skill dan kematangan mental (mental toughness) terdapat satu faktor lagi yang sering berbicara dalam sebuah kompetisi olahraga, yaitu keberuntungan. Namun sayangnya dewi fortuna merupakan sosok yang sangat sulit dijangkau menggunakan keilmuan.

Uni Soviet mencatatkan sejarah pada kisaran Olimpiade tahun 1950-an dengan 22 medali emas mereka menduduki peringkat kedua tahun 1952. Lonjakan drastis terjadi ketika Uni Soviet memegang tampuk juara pada 1956 dengan koleksi 37 emas. Aktor kunci keberhasilan kontingen periode tersebut adalah ilmuan psikologi  bernama Avksenty Puni. Puni merombak paradigma dunia olahraga era tersebut dengan menyandingkan kematangan mental untuk menyempurnakan kekuatan fisik dan kemampuan skill atlet Uni Soviet. Kematangan mental tersebut secara sistematis dibangun waktu itu dengan menitikberatkan pada faktor-faktor seperti regulasi diri, kepercayaan diri, fokus atensi, kontrol gangguan dan penetapan tujuan. (Salmela, 1984; JM Williams &Straub, 2006).

Berbeda dengan Uni Soviet, di Amerika studi ini tidak tertata sistematis sampai tahun 1980-an (Vealey, 2007). Meskipun secara individual beberapa pelopor telah memberi sentuhan psikologis dalam olahraga mulai tahun 1930-an, seperti Coleman Griffith telah bekerja untuk Chicago Cubs (tim bisbol professional) mulai tahun 1938 untuk meningkatkan kinerja tim. Selain Griffith, ada juga David Tracy yang menjadi peltih mental St Louis Browns tahun 1950. Bidang tinju memiliki pelopor yang bernama Dorothy Hazeltine Yates pada tahun 1943. Era kepeloporan sepertinya berakhir pada Richard Suinn yang menerbitkan penelitian pertama yang menggunakan intervensi untuk menilai efektivitas pelatihan mental pada atlet tahun 1972. Suinn memilih menggunakan intervensi relaksasi, imagery dan behavioral rehearsal untuk meningkatkan performasi balapan pada tim ski AS.

Era Modern Psikologi Olahraga

Era baru psikologi olahraga dimulai tahun 1984, ketika tim olimpiade AS (USOC) secara resmi didampingi oleh secara full-time oleh praktisi psikologi. Ini merupakan kali pertama seorang ilmuan psikologi bekerja penuh sebagai professional dalam bidang olahraga.

Berlanjut pada tahun berikutnya 1985 asosiasi psikologi olahraga terapan dibentuk dengan nama Association for the Advancement of Applied Sport Psychology (AAASP). Hal tersebut berimbas pada pembentukan sebuah divisi baru yaitu Exercise and Sport Psychology dalam American Psychological Association (APA) pada tahun 1987. Selanjutnya secara masif terbit jurnal-jurnal psikologi olahraga, diawali the Sport Psychologist pada tahun 1987 dan the Journal of Applied Sport Psychology pada tahun 1989.

Media jurnal memunculkan perdebatan sengit para ilmuan psikologi tentang jenis layanan psikologi yang terbaik untuk para atlet. Penelitian dilakukan oleh banyak ilmuan psikologi untuk membongkar masalah pembenaran intervensi latihan mental dalam olahraga (Brown,1982;Clarke, 1984; Danish & Hale, 1981, 1982; Gardner,1991;). Tidak jarang penelitian juga dilakukan untuk mengujicobakan berbagai intervensi yang paling representative dalam olahraga(Harrison & Feltz, 1979; Heyman,1982, 1984; Nideffer, Dufresne, Nesvig, & Selder, 1980; Nideffer, Feltz, &Salmela, 1982; Silva, 1989; Dishman, 1983; RESmith, 1989).

Psikologi dalam Olahraga di Indonesia

Peran ilmuan psikologi di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1980-an yang ditandai dengan munculnya seorang ilmuwan sekaligus praktisi psikologi di PB PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia), yaitu Prof. Singgih Gunarsa (Utomo, 2013). Beliau merupakan salah satu peletak tonggak psikologi olahraga di Indonesia. Perkembangan berikutnya, banyak kemudian psikolog-psikolog yang terlibat dalam pengembangan olahraga di Indonesia. Di sepakbola sendiri, peran praktisi psikologi sebenarnya sudah cukup lama. Tercatat nama-nama seperti Jo Rumeser adalah salah satu dari beberapa orang yang pernah menyumbangkan tenaganya untuk tim nasional sepakbola Indonesia.

Sampai akhirnya, dewasa ini kita sering mendengar bahkan melihat aktor psikologi melalui keberhasilan timnas U-19 di piala AFF U-19 tahun 2013. Melalui filosofi yang kental untuk melewati setiap proses meraih prestasi, pelatih Indra Sjafri menyadari betapa pentingnya integrasi berbagai keilmuan dalam olahraga. Sepakbola adalah usaha menyatukan elemen yang membutuhkan waktu, dia bukan hanya sekedar target prestasi yang lupa akan prosesnya. Mulai dari kemampuan fisik, skill, intelegensi, komunikasi sampai pada mental. Dari filosofi tersebut kemudian coach Indra bertemu dengan ilmuan psikologi yang bernama Guntur Cahyo Utomo. Dialah yang sekarang mengibarkan bendera psikologi dalam panji sepakbola dengan sebutan mental coach.

Sampai pada saat ini, psikologi olahraga secara luas telah diakui sebagai bidang interdisipliner dimana para profesional diseluruh dunia menggunakan pelatihan ketrampilan mental dengan standar dan pedoman etika penyediaan layanan professional yang memiliki ciri dan kekhasannya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun