Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin dan Bahasa Rakyat

29 Maret 2018   16:25 Diperbarui: 29 Maret 2018   16:35 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: therakyatpost.com)

Ketika seorang Pemimpin menempatkan dirinya sebagai "JURAGAN" maka dia akan kesulitan berkomunikasi dengan rakyat yang dipimpinnya, berbeda halnya jika pemimpin menempatkan dirinya sebagai "Pelayan" maka dia akan berusaha untuk Melayani dengan menggunakan "Bahasa Rakyat" yang dipimpinnya, pemimpin yang seperti ini biasanya tidak membuat jarak dengan rakyatnya.

Bahasa Rakyat adalah bahasa yang harus difahami oleh seorang pemimpin, tanpa bisa memahami bahasa rakyatnya, maka seorang Pemimpin akan kesulitan memahami apa yang diinginkan rakyatnya, dengan demikian pemimpin akan berjarak dengan rakyatnya, pemimpin yang memberikan jarak dengan rakyatnya tidak Akan mungkin bisa menjadi Pelayan rakyatnya, alhasil hanya duduk manis dikursi jabatannya.

Khalifah Umar Bin Khatab adalah salah satu pemimpin yang banyak memberikan teladan yang baik, beliau bukanlah typikal pemimpin yang senang duduk manis dikursi jabatannya, dan mendelegasikan tugas kepada para bawahannya, beliau sangat merasa tidak nyaman kalau tidak bisa Melayani rakyatnya secara langsung.

Ada salah satu kisah tentang kesedihan beliau yang Mengetahui kalau Ada rakyatnya yang memasak batu, hanya karena ingin menenangkan anaknya yang tidak berhenti menangis.

Hal itu beliau ketahui sendiri, bukan berdasarkan laporan bawahannya, ketika beliau blusukan kekampung-kampung, kisah ini mungkin sudah banyak Kita ketahui, namun tidak banyak pemimpin yang mengambil teladan, betapa Khalifah Umar bagai teriris hatinya melihat ada penduduknya yang miskin dan tidak lagi mampu until memasak sesuatu untuk memberikan makan anaknya.

Sehingga dia menanak batu demi untuk menghentikan tangis anaknya, melihata keadaan itu Khalifah Umar merasa bersalah, Dan menangis, dengan segera dia mengambil sekarung gandum yang dipikulnya sendiri, untuk menebus rasa bersalahnya terhadap rakyatnya tersebut.

Bisa dibayangkan jika Khalifah Umar tidak blusukan kekampung-kampung disekelilingnya, mungkin beliau tidak Mengetahui kalau ada penduduknya yang menanak batu, beliau sadar betul kalau Amanah yang diterima untuk Melayani segenap rakyat yang dipimpinnya, bukan cuma sekedar menjadi kepala pemerintahan, bukanlah sebagai JURAGAN yang duduk manis dikursi jabatan. (Ajinatha)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun