Mohon tunggu...
Agustijanto Indrajaya
Agustijanto Indrajaya Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog

tinggi 160 cm

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Acara Lelang Anak Sungai di Muara Kaman

22 Mei 2017   11:57 Diperbarui: 22 Mei 2017   12:17 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Peta 1. Peta Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Seringkali kita dibuat terpesona dengan pengelolaan lingkungan di level pedesaan yang mencerminkan kearifan lokal dan hubungan hubungan sosial yang terpelihara di masyarakat serta memiliki dampak nyata bagi masyarakat sampai ini.  Salah satunya adalah kegiatan pelelangan anak-anak sungai di Desa Muara Kaman Ulu.  Pelelangan yang dikoordinir oleh panitia lelang dimaksudkan untuk pengelolaan  seluruh anak sungai yang berada di Desa Muara Kaman Ulu dengan cara menawarkan kepada masyarakat untuk dikelola dan di eksploitasi hasil sungainya dalam jangka waktu satu tahun.

            Masyarakat Muara Kaman dikenal dari dahulu adalah masyarakat yang mengandalkan penghidupan dari sungai, dari ketersediaan sumberdaya alam berupa berbagai jenis ikan dan udang dirasakan cukup melimpah dan memenuhi kebutuhan hidup kami.  Oleh karena itu meskipun banjir seringkali menghampiri perkampungan ini namun kondisi ini tak membuat masyarakat Muara Kaman bergeming untuk meninggalkan tepian sungai.  ” Bahkan banjir tahun 2007 lalu adalah banjir terbesar mengalahkan banjir tahun 1939”  tutur Jaelani, sekretaris desa yang sedari lahir sudah menetap di Muara Kaman.  ” Pada waktu itu banjir hampir mencapai ketinggian lebih dari 2.5 meter, rumah dinas Bapak Camat yang biasanya tidak pernah terkena banjir karena dibuat lebih tinggi dari rumah-rumah sekitarnya, maka tahun itu banjir sudah masuk ke rumah itu”.   Namun dibalik banjir tersebut ada berkah yang diberikan kepada masyarakat Muara Kaman.  Tingginya permukaan sungai membuat ikan-ikan masuk ke anak-anak sungai di sepanjang sungai Mahakam dan Kendang rantau.  Dahulu ada 84 anak sungai, seiring dengan pemekaran desa, dan luas Desa Muara Kaman semakin berkurang otomatis jumlah anak sungainya pun makin berkurang.  ”Kini kami hanya memiliki 34 anak sungai saja”    Jika dahulu ketika penduduk tidak sebanyak sekarang maka keberadaan anak-anak sungai itu masih mencukupi kebutuhan kami, seiring dengan waktu dan pertambahan penduduk yang semakin besar maka kepemilikan anak-anak sungai ini mulai menjadi masalah.  Oleh karena itulah kemudian dibentuk panitia lelang yang akan mengatur kepemilikan anak sungai ini dalam satu masa tertentu.  Panitia dipilih bukanlah dari aparatur desa atau lembaga adat namun dipilih langsung oleh masyarakat secara independen.  Mereka akan bekerja selama satu tahun penuh mengawasi pemakaian anak sungai. 

Tdiak seluruh anak sungai dilelang, dari 34 anak sungai yang tersedia maka sebanyak 32 buah anak sungai akan dilelang kepada masyarakat sedangkan sisanya dibebaskan dari lelang. Artinya dua anak sungai ini dibebaskan untuk siapa saja yang mau mencari ikan di sana.  Peserta lelang adalah penduduk Muara Kaman, mereka dapat membentuk kelompok dengan jumlah kelompok yang tidak ditentukan.  Satu anak sungai dilelang dengan harga terendah 800 ribu rupiah sampai 2.5 juta rupiah tergantung kepada besar dan kecilnya potensi ikan yang ada di anak sungai tersebut.  Peserta lelang harus membayar 50% dari harga lelang sebelum anak sungai tersebut dieksploitasi dan sisanya dibayarkan paling lambat sebelum lelang tahun berikutnya dilaksanakan lagi.  Jika peserta lelang tahun ini mendapatkan anak sungai A, maka tahun berikutnya dia tidak dapat memiliki lagi anak sungai A tersebut tetapi dia bisa saja mendapatkan anak sungai yang lain.  Setiap anak sungai memiliki nama yang sudah dikenal oleh seluruh peserta lelang seperti luah aji, luah bayur dan sebagainya.  Dari hasil lelang ini panitia bisa mengumpulkan dana sebesar 30-40 juta dan setelah dikurangi biaya administrasi termasuk gaji panitia bisanya sebesar 3-5 % maka hasil lelang ini dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan masjid/ mushola, biaya operasional madrasah dan sebagainya.  

pengumuman-jpg-59226f1e1d23bdc6635e6fdf.jpg
pengumuman-jpg-59226f1e1d23bdc6635e6fdf.jpg
       Foto 1. Acara lelang diumumkan secara terbuka

     Meskipun anak-anak sungai sudah dilelang, masyarakat masih dapat menggunakan anak sungai tersebut untuk mencari ikan selagi belum ditutup.  Selagi air masih belum berwarna hitam maka anak sungai belumlah ditutup  tetapi jika air sungai mulai berwarna hitam dan itu bertanda air sungai mulai surut, ikan yang terperangkap di anak sungai sudah sulit untuk keluar maka warga pemilik anak sungai akan segera menutupnya.  Cara menutup anak sungai ini menggunakan tiang-tiang bambu yang dibariskan dengan cukup rapat sehingga hanya ikan-ikan kecil saja yang dapat keluar.  Kadang-kadang pada mulut anak sungai ini bisa ditemukan tiga buah palang pintu tergantung panjang dari mulut sungainya.  Jika anak sungai sudah diberi penghalang demikian maka tidak seorangpun diperkenankan untuk mencari ikan di sana.  Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat memicu terjadinya tawuran atau bahkan perang antar desa, seperti yang pernah terjadi di tahun 1993 dan memakan tiga orang tewas.

            Untuk satu kali panen memang sangat tergantung kepada besaran anak sungai dan musim banjir yang datang, namun setidaknya 4 ton ikan bisa dipanen jika anak sungainya masuk dalam katagori yang seringkali melimpah hasilnya.  Berbagai jenis ikan diperoleh di dalam panenan tersebut.  Namun sekarang ada jenis ikan yakni ikan Toman yang merupakan ikan predator yang seringkali memakan ikan-ikan lainnya.  Ikan Toman ini baru dirasakan kehadirannya oleh warga pada sekitar tahun 2000-an ini saja.  Ikan ini memiliki bentuk seperti ikan haruan/ gabus namun memiliki moncong dan gigi yang sangat runcing, mereka biasa berburu mangsanya secara berkelompok. ”Kemungkinan dahulu ada orang yang menebarkannya ke Sungai Mahakam, entah apa maksudnya” papar Jaelani.  ”Karenanya agak dilema juga akhirnya, di satu sisi pencarian ikan dengan menggunakan strum dan gancu sangat berbahaya bagi kehidupan bibit ikan namun di sisi lain hanya dengan strum, pertumbuhan ikan Toman dapat dikendalikan” lanjut Jaelani.  Memang keberadaan ikan Toman agak sedikit dilemma, di satu sisi pola kosumsinya yang memakan ikan lain secara bergerombol sehingga mengganggu keberadaan ikal lokal lainnya namun juga ikan ini termasuk jenis ikan yang memiliki harga cukup tinggi karena banyak digemari di kota-kota besar seperti Samarinda. 

l13-59226f54939773ba3dbd2918.jpg
l13-59226f54939773ba3dbd2918.jpg
Foto 2. Kehidupan mayarakat Muara Kaman yang dekat dengan sungai      

   Seluruh mekanisme lelang yang terjadi baik dalam proses pemilihan panitia lelang, tatacara pelelangan, dan pengelolaan hasil lelang mencerminkan kearifan lokal masyarakat Muara Kaman.   Jika kearifan lokal diartikan sebagai suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral maupun profan maka wujud nyata kearifan tersebut tercermin benar dalam hidup dan kehidupan masyarakat Muara Kaman.  Tampaknya masyarakat Muara Kaman bisa menjadi potret kecil ke-Indonesia-an yang harus dibangun ke depan, yakni menjadi bangsa yang maju tanpa harus kehilangan jatidiri dan kearifannya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Semoga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun