Setelah Indonesia punya 4, prediksi dan harapan banyak pihak adalah akan muncul unicorn kelima akhir tahun ini; kalau tidak dari bidang kesehatan kemungkinan adalah bidang pendidikan.
Ternyata yang ditunggu-tunggu, yang lahir awal bulan Oktober  ini, bukan berasal dari keduanya.
Startup unggulan terbaru itu bergerak di bidang keuangan atau fintech.  OVO namanya.
Rintisan yang dibesut Lippo Group ini berupa platform pembayaran digital yang berafiliasi dengan Grab dan juga  menjadi aplikasi e-wallet tersendiri. Valuasinya sudah mencapai USD 2,9 miliar. Sekitar Rp 41 triliun. Jauh di atas syarat status unicorn yang USD 1 miliar itu.
Layanan sejenis yaitu Linkaja, milik pemerintah, tertinggal di belakang. Mungkin karena terlalu banyak pertimbangan atau kekhawatiran para stakeholder sehingga kalah cepat.
Menkominfo Rudiantara tentang OVO (kompas.com, 7/10/2019):
 "Saya sudah bicara dengan founder-nya, dan memang iya (sudah jadi unicorn). Makanya saya berani bicara setelah saya konfirmasi."
Mengapa bidang pendidikan dan kesehatan ternyata belum juga melahirkan startup unicorn?
Alasan utamanya adalah karena pendidikan dan kesehatan merupakan bidang yang sangat kompleks. Banyak faktor terlibat dalam proses pemenuhan kebutuhan atau harapan pengguna jasanya.
Mari kita bandingkan.Â
Coba Anda buka aplikasi Gojek. Pertanyaan yang muncul di muka, "Mau ke mana hari ini?". Jelas.
Jawaban yang diharapkan pun harus berupa alamat yang dikenali sistem atau titik pada peta yang tersedia. Tidak bisa kita jawab dengan pertanyaan balik, misalnya "Menurut Lo, gue harus ke mana hari ini?". Sistem tidak akan merespon jawaban di luar alternatif yang telah ditentukan.
Layanan Traveloka, Bukalapak, Tokopedia juga sama.