Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bersama Kita Bisa Membangun Indonesia

19 Januari 2017   10:14 Diperbarui: 19 Januari 2017   10:31 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERCAYALAH, rakyat Indonesia mampu membangun negeri tumpah darahnya. Secara bertahap, sejak negeri ini merdeka pada 17 Agustus 1945, pembangunan terus berjalan sesuai dengan perkembangan zamannya.

Bahkan, sebelum merdeka pun, penjajah yang menduduki negeri ini juga sudah membangun Indonesia. Meski fokus untuk kepentingan penjajah, namun sedikit banyaknya nikmat pembangunan juga dirasakan oleh pribumi yang hidup pada era penjajahan tersebut.

Kita pun maklum, di era Presiden Soekarno sudah dimulai beragam pembangunan yang sifatnya monumental. Dalam bidang perhubungan, ada jembatan Ampera di Palembang. Bidang keolahragaan ada Gelora Bung Karno di Jakarta, dan bidang ke-Islaman ada Masjid Istiqlal di Jakarta. Pendidikan, beragam perguruan tinggi, sekolah tinggi, sampai tingkat pendidikan atas, menengah, dan terendah, tersebar dari Sabang sampai ke Merauke.

Masih banyak lagi beragam pembangunan yang dilaksanakan sejak awal merdeka sampai sekarang dan tentunya terus berlanjut sampai akhir zaman.

Pembangunan yang dikerjakan untuk kesejahteraan anak negeri ini tidak selalu mulus. Beragam tingkah polah anak negeri ini bermunculan ke permukaan. Gesekan politik dan ketidaksepahaman antara cendekiawan bangsa ini sering mencuat ke permukaan. Bahkan, Aceh dengan tokoh cendekiawannya, Daud Bereueh, terus memperlihatkan tajinya pada pemerintah pusat, Jakarta. Gejolak di ‘Tanah Rencong’ terus terjadi hingga puluhan tahun kemudian.

Gonjang-ganjing di negeri ‘Serambi Mekkah’ itu baru bisa diredakan di era Pemerintahan SBY. Jusuf Kalla - yang saat itu menjadi Wakil Presiden - tampil sebagai motor perdamaian melalui perjanjian 'Helsinki'. Kini, Aceh sudah ‘sehilir-semudik' dengan kaum sebangsa dan setanah air, Indonesia yang kita banggakan ini.

Patut dimaklumi bersama, ada eranya masa-masa sulit dilalui negeri ini. Namun dengan ketabahan pemimpin negeri yang besar dan luas ini, semuanya bisa diatasi. Sejarah mencatat, beragam ‘ketidaksenangan’ daerah di awal-awal kemerdekaan negeri ini pernah memunculkan gejolak yang terpaksa dipadamkan menggunakan senjata.

Sudah jadi catatan kelam, di manapun juga negaranya, ketika pergolakan tidak bisa lagi dipadamkan di atas 'meja perundingan' maka dengan snagat terpaksa, senjata pun memuntahkan pelurunya. Korban berjatuhan. Rakyat sengsara. Darah dan airmata mengalir deras.

Kini, kita sudah 71 tahun lebih merdeka. Negeri ini terus menampakkan kemajuannya. Beragam kenikmatan sudah dirasakan anak bangsa ini. Semuanya itu pantas kita syukuri bersama.

Bangsa yang besar adalah yang pandai menjaga dan memelihara kerukunan antar sesama anak negeri ini. Silahkan beragam agama dianut rakyat, beribadahlah sesuai dengan perintah ajaran agama masing-masing, namun kita wajib untuk hidup rukun, damai, dan bersatu, terutama dalam dalam membangun bangsa ini. 

Semua kita, pemimpin atau rakyat jelata di negeri ini perlu terus bertekad membangun negeri. Mari, lanjutkan terus pembangunan bertahap yang digalakkan terus sejak ‘doeloe-doeloe’-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun