CILACAP terus menggeliat dalam bidang kesenian. Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan peran aktif dari para penggiat seni baik tradisi maupun modern yang terus menggali, melestarikan, serta menumbuh-kembangkan bidang garap tersebut. Di antara para penggiat seni di Cilacap, terdapat nama Daryono Yunani. Seorang perupa yang menekuni bidang kesenian lain, semisal teater dan musik tradisi.
Karena komitmennya dalam mensosialisasikan dan mengembangkan seni rupa di Cilacap, Daryono Yunani tidak hanya mencipta, namun pula terus berupaya untuk memresentasikan karya-karyanya secara intensif di ruang apresiasi publik.
Gaya Modern Bertema Tradisi
DISADARI bahwa sebagian kreator seni rupa di Indonesia berada di antara pengaruh tradisi dan modernisasi. Fakta ini ditunjukkan bahwa banyak karya seni rupa bergaya modern, namun tema dan simbol yang diangkat bernapas tradisi. Dari sini terbaca, bahwa perupa memiliki suatu kearifan dalam memerkenalkan produk budaya tradisi melalui seni rupa modern. Sehingga karya-karya dari perupa yang tetap berpijak pada budaya leluhurnya senantiasa akrab dengan apresian dan penikmat lokal. Di samping karya-karya tersebut memiliki peluang besar untuk survive di era global.
Semar Kendhat
MENILIK karya-karya seni lukis Daryono Yunani sungguh menarik. Namun dari keseluruhan karya, terdapat satu karya yang sangat menggelitik. Karena selain menarik secara visual, karya yang bertajuk Semar Kendhat tersebut niscaya mampu membuka wacana politik bagi publik. Karya dengan visualisasi tokoh Semar (Sabdapalon) yang menggantung diri dapat ditangkap sebagai bentuk kritik mengenai ketidakberesan politik di negeri ini.Â
Ketidakberesan politik yang disebabkan banyak pejabat dan politikus lebih memrioritaskan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan partainya ketimbang kepentingan rakyat. Akibatnya, rakyat hidup dalam keputusasaan dan penderitaan panjang.
Karya Daryono Yunani bertajuk Semar Kendhat sangat menggugah ingatan publik mengenai kepergian Sabdapalon dari bumi Majapahit. Sesudah banyak pemangku jabatan penting di Majapahit lebih disibukkan dengan perang saudara untuk memertahankan atau merebut tahta kerajaan ketimbang memerhatikan nasib rakyat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa karya Semar Kendhat cenderung merefleksikan harapan Daryono Yunani, agar sejarah Majapahit yang mengalami kehancuran (1527) sesudah ditinggalkan Sabdapalon (rakyat) tersebut tidak terjadi lagi di bumi nusantara.
Harapan