Mohon tunggu...
abi rekso
abi rekso Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meluruskan Argumen Mantan Dubes Polandia

29 Juni 2017   23:47 Diperbarui: 30 Juni 2017   08:15 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REPUTATION IS THE ROAD TO POWER

-Jeremy Bentham-

Abstraksi

Sebelum jauh panjang saya bertutur soal prinsip-prinsip kerja hubungan internasional beserta instrumennya, izinkan saya menjelasakan sebab musabab hadirnya tulisan ini. Tulisan ini dalam rangka merespon apa yang telah dituliskan oleh Hazairin Pohan, tulisannya sangat kontekstual serta menarik untuk ditanggapi lebih lanjut.

Tentu sebagai sesama Alamamater Universitas Sumatera Utara (USU), nama Haz Pohan (pangilan akrab dari Hazairin Pohan) adalah sosok yang begitu saya hormati. Tanpa mengurangi rasa hormat saya sebagai satu almamater, mungkin tulisan ini adalah satu langkah kongkrit menaggapi pandanganya, serta kerinduan sesama almamater untuk bersilang pendapat pada koleganya. Karena, dirinya juga didapuk sebagai salah satu tokoh Jurnalis Sumatera Utara, serta yang tak elak kita lupa dirinya pernah menjabat sebagai salah satu Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Polandia.

Sebagai anak Medan, basa-basi yang panjang bukanlah sebuah tradisi dalam bersilang pendapat. Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah tulisan singkat yang ditulis oleh Haz Pohan terkait peralihan status Buron Rizieq Shihab (BRS), dimana ada peralihan dari 'red notice' menjadi 'blue notice'.

Dalam awal tulisannya inti dari penuturannya adalah, mengatakan bahwa peralihan dari red menjadi blue sudah mempermalukan citra Indonesia dimata dunia. Secara spontanitas dan singkat saya menaggapi; bahwa peralihan itu adalah hal yang sangat lumrah dalam sebuah diplomasi hukum. Serta saya kembali mengingatkan dirinya bahwa INTERPOL sebagai sebuah Organisasi Internasional mengadopsi prinsip Munisipalitas. Dimana INTERPOL, begitu menghargai independensi kepolisian negara anggota untuk melakukan proses diplomasi hukum. Karena itu adalah bagian dari hak Kepolisian Republik Indonesia untuk meminta 'notice' kepada Buron Rizieq Shihab (BRS) melalui instrumen INTERPOL. Itu artinya penolakan 'red notice' oleh INTERPOL adalah sebuah hal yang lumrah dalam dunia diplomasi. Sama halnya jika visa WNI ditolak masuk kesebuah negara tertentu, dan itu tidak lantas membuat citra Indonesia buruk dimata internasional.

Tidak cukup disitu, kemudian berlanjut pada tulisan kedua. Pada argumen lanjutannya, Haz Pohan mengajukan contoh bahwa pengajuan ekstradisi BRS sama halnya (sederajat secara kasus) dengan Khomeini saat tinggal di Paris. Dia juga menambahkan bahwa jika ada upaya pemerintah mencabut paspor Buron Rizieq Shihab (BRS), adalah sebuah tindakan yang melanggar HAM sama halnya ketika Mahid (Mahasiswa Ikatan Dinas) di beberap negara Eropa dicabut paspornya oleh Orde Baru. Saya pun bergegas meluruskan pandangan itu. Karena status Buron Rieziq Shihab (BRS) tidak bisa disamakan setara dengan Khomeini ataupun Mahid yang dicabut passpornya oleh OrBa.

Namun, tulisan ini bukan untuk merespon kedua tulisan itu. Haz Pohan membuat tulisan yang lebih kompleks dan teoritis dengan tajuk "Ekstradisi WNI Dalam Hukum dan Praktik Internasional". Karena dirinya secara serius menuliskan melalui blog pribadinya, maka agar saling menghormati saya pun patut menuliskan secara serius melalui blog pribadi saya.

Hubungan Kerjasama dan Instrumen Internasional

Dalam tulisannya yang paling anyar bertajuk "Ekstradisi WNI Dalam Hukum dan Praktek Internasional", adalah sintesis atas dukungan dirinya terhadap BRS setelah sebelumnya ada dua tulisan yang saya singgung sebelumnya. Ada banyak poin yang ingin saya bedah serta mungkin upaya meluruskan satu-persatu dari poin yang dirunut oleh Haz Pohan.

Maka saya akan memulai dari premis mayor yang dilayangkan dirinya atas, peralihan dari 'red notice' ke 'blue notice'. Dirinya berpendapat bahwa layangan 'notice' oleh kepolisinan adalah sebuah kekonyolan. Serta kemudian dia mengugat apakah kasus yang diemban BRS sudah masuk dalam Yurisdiksi Interpol.

Mungkin saya coba untuk menambahkan informasi atas keminiman penghetauan Haz Pohan terhadap Organisasi Internasional sekelas INTERPOL. Tentu, ujaran 'konyol' terhadap Kepolisian tidak mendasar sama sekali. Kekonyolan itu justru tumbuh atas karena minimnya penghetauan dirinya atas INTERPOL.

Pertama, INTERPOL sebagai sebuah Organisasi Internasional (OI) memiliki platformnya sendiri atas prinsip-prinsip kerja yang berdaulat secara internasional. INTERPOL tidak bisa dilihat sebatas Instrumen internasional yang bekerja berdasarkan azas norma-norma Internasional, sebagaimana diwujudkan dalam kovenan-kovenan Internasional. INTERPOL harus dilihat sebagai Organisasi Internasional yang berbasis profesi, adalah profesi yang menanggulangi tindakan kejahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun