Mohon tunggu...
Abdul Muhyi
Abdul Muhyi Mohon Tunggu... -

Pemuda Millenial

Selanjutnya

Tutup

Politik

PERPPU yang Tidak Demokratis

22 Juli 2017   02:17 Diperbarui: 22 Juli 2017   03:30 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan telah banyak melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan sangat tidak mendasar.

Presiden mempunyai wewenang untuk menerbitkan PERPPU yang disetujui oleh DPR. Namun PERPPU itu terbit atas dasar kebutuhan yang mendesak, darurat dan dirasa genting. Kewenangan tersebut dilandasi pada pasal 22 UUD 1945.

PERPPU ini merupakan upaya pemerintah mencegah organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang bertentangan dengan Pancasila maupun Konstitusi negara. Tapi PERPPU ini merupakan bentuk kekhawatiran dan suudzonPemerintah terhadap suatu ormas.

Pada dasarnya, bebaspun ada batasnya. Namun PERPPU ini telah melanggar ciri dari negara kita sendiri, yakni demokrasi. PERPPU ini sangat tidak demokratis, melanggar kebebasan berserikat, serta asas praduga tak bersalah.

Jika memang ada ormas yang di duga bertentangan dengan Pancasila maupun Konstitusi negara. Seharusnya dibuktikan melalui proses hukum yakni pengadilan. Karena dalam acara hukum pidana, pembuktian merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara. Melalui tahapan inilah terjadi suatu cara, perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau salah. Agar lebih jelas ormas tersebut layak untuk dibubarkan.

Pasalnya, PERPPU ini mengatur perubahan pembubaran ormas tanpa proses peradilan. Dalam pasal 61 ayat 3 menyatakan bahwa Menteri lah yang dapat membubarkan begitu saja. Dengan begitu ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan atau otoriternya pemerintah kita terhadap suatu ormas.

Integrasi Sosial Indonesia pun di klaim masih dalam kondisi yang harmonis. (Versi Komnas HAM). Meskipun terjadi banyak perbedaan pandangan adalah hal yang biasa, dan sudah menjadi ciri masyarakat Indonesia. Menelisik sejarah bangsa, Pancasila pun digagas oleh beberapa tokoh-tokoh dari macam suku, ras, agama dan antar golongan dengan cara proses yang dialogis dengan berbagai macam perbedaan pandangan pada saat itu.

Kembali pada sejarah Orde Baru pada saat penerapan Azas Tunggal pun masih banyak menyisakan kekecewaan yang mendalam bagi suatu organisasi, termasuk organisasi kemahasiswaan terbesar di Indonesia, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Tahun 1986, azas tunggal mampu membuat HMI terpecah belah menjadi dua kubu sampai detik saat ini. Kubu yang mempertahankan Azas Islam disebut HMI (MPO) dan ada kubu yang menerima azas HMI menjadi Azas Tunggal Pancasila disebut HMI (DIPO).

Menangkal organisasi yang radikal atau yang bertentangan dengan Pancasila itu perlu dan penting. Dengan mekanisme yang benar dan mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi. Jangan sampai sejarah orde baru tersebut terulang kembali, bahkan lebih kacau daripada itu ketika adanya PERPPU Tentang Ormas ini.

Kebutuhan yang mendesak yang perlu kita hadapi bersama saat ini adalah memberangus para koruptor, bandar narkoba, teroris, kapitalis dan sebagainya yang sudah mencuri kekayaan sumber daya alam kita semua dengan cara yang tidak manusiawi.

Serta meningkatkan etika dan moral yang agamais kepada adik-adik kita. Karena merekalah para penerus bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun