Dampak Pelaksanan UN pada sikap Siswa
Agenda tetap tahunan bagi setiap lembaga se antero tanah air tercinta ini adalah pelaksanaan UN. Sebab kejadian ini adalah saat-saat terakhir yang sangat menentukan bagi setiap pelajar di Indonnesia. Segala jenjang pendidikan dari tingkat MI/SD, MTs/SMP dan MA/SMU para siswanya maupun lembaganya saat ini bak ibu-ibu melihat mendung tebal ketika jemurannya hampir kering. Pihak lembaga merasa khawatir para siswanya ada yang tertinggal tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi alia tidak lulus. Sementara para siswa juga diliputi rasa takut jangan-jangan dirinya tidak lulus.
Ada beberapa kejadian sacral yang dialami para siswa di madrasah atau sekolah selama mereka belajar. Yaitu saat kenaikan kelas untuk tingkat MI/SD sebanyak lima kali. Yaitu kelas satu sampai lima. Sementara untuk tingkat MTS dan MA sebanyak dua kali yaitu kelas satu dan dua. Sedangkan kejadian sacral yang ke dua yaitu pada saat paskah ujian semester dua.Yaitu ketika duduk di bangku kelas enam untuk MI/SD dan kelas tiga bagi mereka yang sedang duduk di bangku MTs/SMP dan MA/SMU.
Ketegangan pihak lembaga saat ini cukup beralasan sebab birokrasi pelaksanaan UN sangat rumet. Utamanya bagi mereka para menejer pendidikan di tingkat MA/SMU dimana rencananya soal ujiannya 20 paket. Itupun alamat paketnya tidak bisa di ketahui secara manual. Jadi masing-masing siswa harus benar-benar siap baik secara pribadi ataupunmental.
Persiapan secara kelembagaan barang kali sudah. Sebab jauh sebelumnya madrasah sudah membentuk tim bimsus bagi pelajaran yang di –UN- kan. Sekarang kembali kepada para siswanya. Siapkah mereka? Sementara masih banyak para siswa yang seolah tidak tersentuh oleh kesakralan UN. Mereka masih terlihat masa bodoh terrhadap UN. Seakan-akan hati mereka berkata “ Silahkan UN jalan terus, aku juga jalan dengan kemauanku”. Bagi para siswa yang serius dan menganggapUN ini sesuatu yang sacral, jauh sebelumnya mereka sudah mempersiapkan diri. Baik persiapan itu secara fisik dengan belajar dan belajar atau mental dengan panjatan doa beserta ritual yang dibenarkan agama.
Secara umum para siswa kita sekarang sudah tidak lagi menganggap pelaksanaan UN sesakral ketika kami dulu belajar. Keadaan semacam ini juga melanda para siswa di lembaga kita saat ini. Serumit apapun birokrasi pelaksanaan UN saat ini tidak menyentuh nurani mereka. Fenomina ini terlihat pada aktifitas kesehariannya. Dimana tidak ada perubahan aktifitas terlihat dari mereka dari saat mereka menjadi siswa dikelas-kelas rendah sampai pada saat menjelang pelaksanaan UN.