Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tantangan Fleksibilitas Interaksi Dunia Multikultural dan Multiagama

19 Mei 2017   16:40 Diperbarui: 19 Mei 2017   16:53 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Invocation Card Lion Air ialah salah satu model dalam penyampaian fleksibilitas interaksi yang diterima oleh semua agama, bangsa dan budaya di dunia (Foto:Dokpri difoto dari Invocation Card Lion Air)

Indonesia terdiri dari keanekaragaman agama dan kebudayaan yang meliputi wilayah-wilayah dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote. Dengan kondisi multikultural dan multiagama ini, semua warga NKRI tertantang untuk membangun interaksi yang fleksibel. Bagi semua warga Indonesia, interaksi yang fleksibel harus membantu dalam upaya menjaga dan memupuk persatuan yang kokoh sebagai sesama sebangsa.

Salah satu contoh fleksibilitas interaksi yang berhasil ialah tulisan doa-doa lintas agama dalam Invocation Card dalam pesawat terbang Lion Air. Di dalam Invocation Card itu tertulis doa-doa perjalanan dalam 6 agama besar yang dianut di Indonesia. Para penumpang dipersilahkan untuk berdoa menurut agama yang dianutnya seperti yang tertulis dalam Invocation Card. Semua penumpang univesal setuju dan sepakat begitu saja bahwa penting sekali para penumpang menyampaikan permohonan untuk memohon rahmat Tuhan Yang Maha Esa demi kesuksesan dan keselamatan penerbangan. Itulah salah satu wujud keberhasilan flesibilitas komunikasi melalui simbol-simbol yang amat berdampak positif bagi kehidupan manusia. Isi substansi simbol-simbol tersebut telah disepakati dan diterima secara utuh dan perlu dilaksanakan demi kebaikan bersama.

Setiap individu sebagai warga NKRI harus menjaga dan menggalang rasa persatuan dan solidaritas sebagai sesama sebangsa Indonesia. Setiap individu harus menjaga dan membina persatuan bangsa. Memang tak mudah membangun interaksi yang bermutu tanpa memahami cara bagaimana melakukan interaksi itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih luas, sebagai bangsa Indonesia kita juga tertantang bagaimana membangun sebuah interaksi yang harmonis dengan kondisi keragaman budaya dan negara-negara di dunia.

Tantangan besar dewasa ini ialah bagaimana memajukan interaksi yang fleksible dalam kehidupan lintas bangsa-bangsa. Sedemikian peliknya budaya multikultural bangsa-bangsa sehingga banyak orang hanya memperhatikan budaya-budaya mainstream yang amat menonjol. Sebab de facto menunjukkan bahwa budaya mainstreammendominasi budaya-budaya di sebuah negara.

Hal yang patut kita ingat ialah dalam interaksi kita harus memperhatikan nilai-nilai yang berlaku umum. Umumnya nilai-nilai yang berlaku umum dapat mempersatukan dan telah diterima semua orang dari segala budaya, agama, bahasa dan negara. Salah satu contoh nilai yang berlaku umum ialah budaya tertib dan tepat waktu. Selain itu nilai-nilai seperti cinta dan pengasihan ialah nilai-nilai yang berlaku umum. Semua orang di dunia tahu bahwa nilai-nilai universal membuat semua orang dapat bertemu.

Berikut ini saya kemukakan beberapa cara yang bisa digunakan apabila kita ingin mendemostrasikan sebuah interaksi yang fleksibel dengan orang-orang yang berbeda kebudayaan sama sekali. Merujuk pada Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa (Seperti dikutip Alo Liliweri. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. 2003. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal. 11-12,36-42), saya mengaplikasikan cara komunikasi lintas kultural dan agama dalam 4 hal:

  • Kita harus sering melakukan negosiasi dalam pertemuan lintas budaya di mana orang dapat leluasa berdiskusi dengan berbagai tema kontekstual yang diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol atau tulisan-tulisan. Simbol-simbol itu tidak memberikan arti bagi dirinya sendiri namun akan memberikan arti yang lebih tinggi bila diartikan melalui kesepakatan bersama.
  • Kita mengembangkan sistem pertukaran simbol-simbol yang dibangun melalui ketahanan relasi antar pribadi melalui proses partisipasi komunikasi pemaknaan saling sumbang gagasan dan pemikiran.
  • Kita harus menjadi mentor atau pembimbing atas karakter budaya dengan tidak hanya menekankan keberhasilan program kerja semata-mata, tetapi menekankan perubahan tingkah laku.
  • Kita perlu mempertunjukkan karakter dan fungsi dari group kita sendiri sedemikian sehingga setiap orang dalam grup dapat membedakan dirinya sendiri dari kelompok-kelompok lainnya lalu mengindentifikasikannya melalui beragam arti.

Komunikasi melalui simbol diungkapkan setelah melalui study dan refleksi mendalam. Oleh karena itu komunikasi melalui simbol dalam hal ini melalui tulisan paling banyak diterima dan paling unggul dari sekian banyak cara penyampaian komunikasi yang selama ini dilakukan. Tetapi komunikasi melalui simbol saja tidak mencukupi. Setelah mengungkapkannya dalam simbol, orang perlu melakukan negosiasi, komunikasi dan diskusi bersama tentang isi dari pesan yang ada dalam tulisan agar dapat diterima oleh semua orang melalui kesepakatan bersama untuk nanti dapat berlaku secara universal.

Melalui pertukaran simbol-simbol untuk menemukan makna universal melalui sistem partisipasi, atau dengan kata lain melalui saling sumbang pikiran. Kita pelu melalukan kegiatan sebagai mentor atau leader di mana melalui kegiatan kita sebagai mentor atau leader yang tidak hanya menekankan keberhasilan program tertulis namun menekankan pentingnya perubahan karakter menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Penting juga kita membangun grup lalu menunjukkannya kepada khayalak kekhasan dan keunggulan dari grup kita sendiri sedemikian sehingga setiap individu dalam group dapat menemukan kekhasannya dibandingkan dengan kelompok lain lalu individu mengidentifikasikannya melalui berbagai-bagai arti positif yang memberikan kontribusi positif bagi tumbuhnya pembangunan manusia universal.

Biasanya interaksi secara lisan membawa banyak kemungkinan salah ucap. Untuk itu sebelum berbicara kita harus banyak berpikir dan mempertimbangkan baik atau buruk dari dampak ucapan itu bagi para pendengar. Tidak ada salahnya kita memilih diam bila kita tidak tahu sama sekali jawaban yang ditanyakan oleh si penanya. Semua orang mengerti bahwa kita sebagai manusia memiliki keterbatasan pengetahuan.

Isi pembicaraan lisan harus selalu kita pertimbangkan dari 2 segi menurut benar atau tidaknya yakni pertimbangan etis dan hukum. Pertimbangan etis memiliki jangkauan yang terbatas menurut kondisi, budaya dan lingkungan terbatas. Namun pertimbangan isi pembicaraan menurut norma hukum jauh lebih luas dan berlaku universal. Biasanya norma hukum mencakup pertimbangan idiologi, sosial-budaya, hukum (UU, dll), hankam, politik dan norma-norma (agama, sosial, kesopanan, adat, transendensi, teknologi, hukum dan susila), maka apa yang lazim atau benar menurut kebenaran etis belum tentu benar menurut norma hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun