Lihat ke Halaman Asli

Zubairi

Penulis Artikel Ringan

Keterbatasan Hidup di Desa, namun Harganya Mahal bagi Orang Kota

Diperbarui: 1 Maret 2021   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jatimtimes.com

Hidup di desa itu asyik. Berbeda dengan hidup di kota. Ya, logika kecilnya seperti itu walaupun di desa itu terbatas, lebih-lebih sering padam. Ah. Jadi nggak asyik. 

Stop dulu ketidak-asyikan itu. Di balik semua keterbatasan di desa ada hal yang jauh lebih berharga dan patut disyukiri. Dan hal itu yang membuat orang-orang kota ingin sekali pergi ke pedesaan.

Saya memang tidak hidup di kota, tapi sedikit paham tentang keadaan di kota, semua serba ada. Ya, hidup di kota itu bisa dikata semua akses tersedia. Jaringan normal, hidup mewah, mall keren, cafe mewah, hotel, pasar besar, dan belanja mudah tapi mahal. Dan di desa malah sebaliknya.

Walaupun orang-orang desa miskin (dalam tanda yang mayoritas orangtua tak punya Android di era modern ini), mereka juga bahagia, bahkan sangat bahagia. Saya orang desa tentu paham seluk-beluk kehidupan umat di desa. Mengapa?

BERKAH AKSES YANG TERBATAS

Mana ada terbatas membawa berkah? Saya tegaskan, berbicara masalah keterbatasan, bukan berarti di desa orang-orang sangat lesu dan mengeluh parah.

Anak jaman sekarang, siapa yang tidak tau informasi. Siapa yang berani tidak memagang HP. Nggak ada. Zaman pun menuntut kita untuk membeli HP. Apalagi musim pandemi yang semakin hari semakin mengganas. Yang jelas, sekolah pun harus menggunakan Android/HP alias daring.

Orangtua di desa, justru bahagia karena tidak memiliki Android. Entah karena keterbatasan secara finansial ataupun karena buta huruf. Mereka enjoy-enjoy aja, tak perlu sibuk cari informasi, berita terkini, berita terhangat dan isu-isu aktual. 

Mereka tidak repot-repot memikirkan Undang-Undang ITE, nggak repot-repot memikirkan perdebatan Jerinx dan Dr. Tirta, apalagi mau menyimak tentang menyumpah serapahi kenerja pemerintah yang payah.. Ah.. nggak lah. Bikin payah. Mereka tak dengar itu semua, sehingga pikiran mereka tetap fresh dan tentu bahagia.

ANTI REPOT YANG PENTING KENYANG

"Du apa se ekala'ah pindheng, pokok lanceng 'omor, kenyang, beres salamet kappi sataretanan" (Buat apa mikir yang gak penting kalau akhirnya ruwet, yang penting panjang umur, kenyang, semua keluarga sehat sejahtera). Ya, begitulah pemikiran orang-orang desa di daerah saya di Madura.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline