Lihat ke Halaman Asli

Zainal Muttaqin

Pena adalah senjata

Kebangunan Ekonomi Politik Semu

Diperbarui: 14 Januari 2018   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel asli yang dimuat pada Harian Banten Pos (Grup Rakyat Merdeka tanggal 19 Desember 2017)

Pada artikel saya sebelumnya di Banten Pos edisi 29 November lalu yang berjudul "persoalan kebangunan ekonomi politik" saya pernah mengungkapkan bahwa Kebangunan Ekonomi Politik harus berdasarkan pada pembangunan ekonomi mikro yang selaras dengan pertumbuhan ekonomi secara makro. Yang berarti bahwa kebangunan ekonomi politik dari sistem yang dibangun untuk pemerataan distribusi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi secara nasional harus diurus secara bersamaan. Tidak bisa dilepaskan satu sama lain, karena ketimpangan sosial ekonomi akan makin terlihat mencolok.

Jika tidak salah ingat penulis mencatat bahwa untuk melakukan kebangunan ekonomi secara mikro dapat diasosiasikan dengan Koperasi, sedangkan dalam kebangunan ekonomi secara makro kita fokuskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi yang produktif.

Ekonomi Kemakmuran

Nah, kali ini penulis ingin menyinggung mengenai bagaimana relevansi pembangunan ekonomi mikro dengan ekonomi makro secara bersamaan?

Pada edisi yang lalu dalam Banten Pos penulis menyinggung bahwa untuk mencapai kebangunan ekonomi politik kita, harus dikerjakan secara selaras antara bangunan bawah dengan bangunan atas agar terjadi keseimbangan dan kesinambungan serta terjadi pemerataan ekonomi. Antara UMKM dengan koorporasi negara dan swasta harus dibangun secara adil, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang semakin menebal.

Baiklah, kembali pada pokok permaslaahan untuk melakukan pembangunan ekonomi itu sendiri paling tidak ada tiga pasal dalam UUD 1945 yang secara eksplisit dalam pengelolaan ekonomi. Antara lain Pasal 27 ayat (2) yang mengatakan "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", pasal 28A "setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya" dan Pasal 33 yang seluruhnya membicarakan prinsip ekonomi kita dan upaya pencapaian kesejahteraan, lebih eksplisit lagi dalam Pasal 33 ayat (3) "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat".

Pertama, pasal 27 merupakan pasal dalam bab Warga Negara. Ayat (2) dalam pasal 27 UUD 1945 ini merupakan hak dasar bagi warga negara yang wajib dilindungi oleh negara, karena penghidupan yang layak dapat memicu pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak warga negara yang tidak terlindungi dari pekerjaan yang layak, sama artinya dengan tidak mengedepankan aspek kemanusiaan, secara makro juga akan menimbulkan kemandekan pertumbuhan ekonomi. Cukup kita tilik dari sejarah ekonomi lampau yang saya ceritakan dalam tulisan sebelumnya bahwa di era Orde Baru antara tahun 1980-1982, ekonomi kita diuntungkan dengan kenaikan drastis harga minyak, yang kemudian disebut keberkahan minyak yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang cukup besar (sekitar 7,5%), tapi bagaimana ketika harga minyak anjlok di tahun-tahun berikutnya, ekonomi kita kollapse dan menimbulkan kondisi ekonomi yang cukup parah pada tahun-tahun berikutnya. 

Dari keberkahan minyak yang didapat juga ternyata belum mampu mengangkat harkat dan martabat ekonomi masyarakat, karena ternyata pada lapisan bawah terdapat kesenjangan yang begitu tebal dan terjadi pergesekan sosial yang begitu keras, ini disebabkan karena begitu tingginya angka pengangguran. Ternyata pembangunan ekonomi yang didasarkan pada pertumbuhan saja tanpa memberikan pemerataan distribusi kesejahteraan dapat meimbulkan gejolak sosial yang tajam dan keras.

Kedua, pasal 28 pada UUD 1945 merupakan bagian dari bab Hak Asasi Manusia, ditunjukkan di awal bab, tepatnya pasal 28 huruf A merupakan frase yang mirip dengan pasal 27 ayat (2). Di dalamnya tertuang setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Dalam perspektif ekonomi, bisa kita tafsirkan bahwa untuk hidup setiap orang harus dijamin ketersediaan pangannya, dan untuk mempertahankan hidupnya setiap orang Indonesia harus bekerja. Jaminan pekerjaan menjadi garansi agar masyarakat dapat hidup dan bertahan (hal ini menyangkut pendapatan/penghasilan, konsumsi dan tempat tinggal). Apabila setiap orang tidak terjamin hak ekonominya sebagai bagian daripada Hak Asasi Manusia, maka lenyaplah pula haknya untuk hidup, untuk mempertahankan diri, untuk keselamatannya. Lenyaplah semua itu.

Ketiga, pasal 33 adalah bab Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, dimana seluruh pasalnya merupakan bagian penting dalam membangun ekonomi. Apabila kita kaji secara utuh, pasal-pasal dalam bab ini begitu concern dalam pembangunan ekonomi mikro, karena didalamnya disusun pada frase akhir ayatnya mengutamakan "kemakmuran" seperti ayat (3), ayat (1) menekankan bahwa pembangunan ekonomi itu "berdasar atas asas kekeluargaan" dan "menguasai hajat hidup orang banyak" pada ayat (2) nya, begitu pula di ayat ke (4) begitu tebal mengungkapkan "dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan". Sungguh jelas ini harus diselenggarakan sesuai yang penulis sarankan tempo hari, bahwa kebangunan ekonomi dapat tercapai dengan mengasosiasi masyarakat dalam koperasi. Dalam tafsiran lain pasal 33 UUD 1945 menempatkan koperasi sebagai sokoguru ekonomi Indonesia.

Pemerataan Ekonomi Membentuk Laju Pertumbuhan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline