Lihat ke Halaman Asli

Zikri Tiftajani

Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Menjadi Mujahid Dakwah; Refleksi dari LMD Salman ITB

Diperbarui: 1 Oktober 2025   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. Saya bersyukur diberi kesempatan mengikuti Latihan Mujahid Dakwah (LMD), sebuah program yang telah berpuluh tahun menjadi sekolah kader umat. Bagi saya, LMD bukan sekadar pelatihan, melainkan sekolah kehidupan yang menanamkan nilai tauhid, keberanian, ilmu, dan pengabdian. Di sana saya merasakan kembali denyut perjuangan Islam yang mengajarkan bahwa dakwah bukan sekadar kata, tetapi juga jalan panjang yang menuntut keteguhan hati.

Sejak awal mengikuti LMD, saya teringat pada nasihat Imam Syafi'i: "Orang berilmu dan beradab tidak akan tinggal diam di kampung halamannya. Ia akan bepergian, bergerak, dan berlelah-lelah sebelum meraih kenikmatan sejati." Dakwah itu menuntut pergerakan. Semangat inilah yang saya tangkap sebagai dorongan untuk tidak berhenti dalam bergerak, tetapi harus terus menghidupkan amal sholeh dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun.

Ada satu kisah yang terus mengetuk hati saya: kisah Nabi dam 'alaihissalm. Beliau pernah salah, lalu diturunkan ke bumi. Tetapi dari sana beliau menunjukkan jalan yang seharusnya ditempuh manusia: jalan taubat, jalan kembali kepada Allah. Dari kisah itu saya belajar bahwa jatuh bukanlah akhir, melainkan undangan untuk bangkit. Bahwa luka bukan sekadar hukuman, melainkan pintu menuju penyucian.

Dan di situlah makna tauhid terasa begitu dalam. Setiap kali kita terjatuh, sesungguhnya Allah ingin kita kembali kepada-Nya. L ilha illallh bukan hanya kalimat di lisan, melainkan pengakuan terdalam bahwa tiada tempat pulang selain Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. h:14:

"Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku."

Ayat ini seakan berbisik kepada jiwa untuk jangan berhenti pada kesalahan kita, tapi bangkitlah dengan kerendahan hati kita. Karena yang membuat kita mulia bukanlah tidak pernah jatuh, melainkan keberanian untuk mengakui kesalahan dan kembali berdiri dengan bersandar pada Allah. Tauhidlah yang mengikat bangkitnya manusia dengan harapan, perjuangan, dan cinta yang tak pernah padam.

Dalam LMD, saya juga belajar tentang hakikat ilmu dan amal shalih. Ilmu bukan hanya yang tertulis dalam Al-Qur'an dan Hadist, tetapi juga hikmah yang terpancar dari alam semesta dan realita sosial di sekitar kita. Ada tiga guru yang harus kita baca dengan sungguh-sungguh, yaitu 1. Kitab yang memberi arah (Guru Ilmu), 2. Pengalaman yang menguji (Guru Alam), dan 3. Kehidupan yang mendewasakan (Guru Hidup). Namun, ilmu tidak akan bernilai jika berhenti di kepala. Ia baru menemukan maknanya ketika diwujudkan dalam amal shalih.

Kesempatan untuk beramal itu pun sangat singkat, ibarat tiket kereta yang tidak menunggu siapa pun. Sekali terlambat, ia akan hilang begitu saja. Karena itu, seorang mujahid dakwah tidak boleh menunda kebaikan. Menunda berarti kehilangan kesempatan yang mungkin tidak akan kembali. Di sinilah saya merenung, sering kali kita menunggu waktu yang "tepat" untuk berbuat, padahal waktu yang tepat itu adalah sekarang. Bukankah Allah berfirman, "Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa" (QS. li 'Imrn: 133)? Ayat ini seakan mengingatkan bahwa kecepatan dalam beramal adalah tanda kesungguhan iman.

Maka, seorang mujahid dakwah sejati adalah ia yang senantiasa mengikat ilmu dengan amal, menghidupkan setiap detik dengan kebaikan, dan tidak menunggu sempurna untuk memulai. Karena sesungguhnya amal shalih bukan sekadar aktivitas, melainkan napas perjuangan yang menjaga ruh dakwah tetap menyala. Maka jangan biarkan waktu kosongmu terbuang sia-sia, tapi gunakanlah untuk senantiasa berdzikir pada Allah SWT.

Materi lain yang menggetarkan hati adalah tentang peran pemuda. Pemuda adalah pembawa hidayat, rahmat, optimisme perjuangan dan manfaat untuk umat. Sejarah mencatat, kebangkitan umat selalu digerakkan oleh pemuda berilmu dan bermental juara seperti Al-Fatih. Sayangnya, banyak pemuda hari ini yang kehilangan arah dan tenggelam dalam dunia permainan, senda-gurau, perhiasan, berbangga diri diantara manusia yang lain, berlomba-lomba dalam memperbanyak harta dan popularitas, tetapi lupa bahwasanya kehidupan dunia itu hanyalah kenikmatan yang palsu. Padahal, masa muda adalah fase paling berharga, sebuah "kunci" yang menentukan ke mana kapal peradaban akan berlayar.

LMD hadir untuk mengubah mentalitas pemuda yang merasa kalah bahkan sebelum berjuang (Mentalitas Kalah dan Pesimis). Dari pelatihan ini saya belajar bahwa, jika ada kemauan pasti ada jalan, dan jika tidak ada kemauan pasti akan selalu ada alasan. Seorang mujahid dakwah harus memiliki mental pemenang, optimis, dan melampaui batas normal manusia biasa. Dakwah bukan jalan yang mudah, tapi di situlah letak kemuliaannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline