Fenomena terkait percintaan di kalangan remaja memang sedang hangat diperbincangkan. Banyak yang merasa bimbang dan resah, lalu melontarkan pertanyaan seperti, "Apakah dia sebenarnya memiliki perasaan terhadap saya?" atau "Sepertinya dia tidak membalas perasaan saya," bahkan "Sudah melakukan ini itu, tetapi mengapa dia bersikap biasa saja?"
Lantas, apakah cinta memang harus dipaksakan demi mendapatkan balasan? Erich Fromm, seorang sosiolog, filsuf, psikolog, sekaligus penulis terkenal, memiliki pandangan menarik mengenai hal ini. Bagaimanakah konsep cinta menurut Erich Fromm?
Konsep Cinta Menurut Erich Fromm
Dalam perspektif Erich Fromm, cinta ialah seni. Menurutnya jika kita ingin belajar mencintai, kita harus melakukan cara yang sama ketika mempelajari seni. Seni cinta yang dimaksudkan di sini sama halnya dengan seni musik, melukis, dan sebagainya. Seni mencintai adalah memerlukan pengetahuan dan latihan atau praktek. (Nyimas Safirna Salsabila Wiharja, 2020)
Melalui bukunya yang berjudul The Art of Loving, Fromm menjelaskan bahwa cinta bersifat aktif, bukan pasif. Jadi, cinta sejati tampak dari tindakan nyata, seperti memberi, bukan hanya menerima. Namun, memberi di sini bukan hanya soal materi, melainkan lebih pada hal-hal yang bersifat insani. Misalnya, memberikan perhatian, pengertian, ilmu, candaan, ikut merasakan kesedihan, dan segala hal yang ada dalam diri kita.
Menurut Fromm, Komunikasi merupakan hal yang paling dibutuhkan dalam sebuah hubungan manusia dengan manusia, baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, ataupun bermasyarakat. Hubungan sosial yang baik akan didapat jika manusia mampu berkomunikasi dengan baik. (Putu Dedy, 2024) Jika untuk berkomunikasi saja Anda harus memohon atau memaksakan diri untuk mencari topik, bukankah sudah cukup jelas bahwa Anda bukan tujuannya?
Selain itu, cinta berorientasi pada karakter dalam menentukan keterkaitan seseorang pada dunianya secara keseluruhan. Esensi sesungguhnya adalah sebuah ketulusan dan kesukarelaan untuk memberikan kebahagiaan pada orang lain. Fromm juga mengatakan bahwa cinta merupakan penugasan penuh gairah dari objek semacam perjuangan aktif dan keterkaitan batin yang tujuannya adalah kebahagiaan, pertumbuhan dan kebebasan, tentunya kebahagian ini bukan berorientasi pada diri sendiri, melainkan sekaligus pada orang sekitar yang dicintainya (Lippitt, 2016).
Ciri-Ciri Cinta Menurut Erich Fromm
Pertama, ada kepedulian, cinta yang tulus akan terlihat dari tindakan nyata. Orang yang mencintai pasti peduli terhadap kehidupan dan perkembangan orang yang dicintainya. Sebaliknya, jika tidak peduli, itu menandakan bahwa ia tidak memahami esensi cinta. Banyak kasus cinta yang tidak tulus, di mana kepeduliannya hanya untuk diri sendiri alias egois.
Kedua, ada tanggung jawab, orang yang mencintai pasti merasa bertanggung jawab atas orang yang dicintainya. Namun, tanggung jawab di sini bukan seperti kewajiban yang dipaksakan dari luar. Bagi Fromm, tanggung jawab adalah tindakan sukarela sebagai respons atas kebutuhan orang yang dicintainya. Tanggung jawab dalam cinta sejati tidak memiliki embel-embel kepentingan pribadi, karena jika ada, itu berarti hanya memanfaatkan cinta untuk diri sendiri.