Lihat ke Halaman Asli

"Bom Waktu" yang Keliru Dari Panji

Diperbarui: 29 Januari 2018   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://mercusuarnews.com/kepala-bksda-ban-motor-di-leher-buaya-ulah-seseorang/

Bom Waktu yang Keliru Dari Panji - Catatan Seorang Remaja SMA Kota Palu

Panji yang sedang berada di Palu dalam misi penyelamatan buaya muara di Talise, cukup menyita topik pembicaraan. Ini dibicarakan hampir di setiap sudut kota Palu.

Tadi sore aku baru saja menonton video Panji tentang buaya muara di Palu. Aku sendiri sangat senang mendengar misi penyelamatan buaya berkalung ban yang sangat terkenal di kota ini. Berikut link-nyaYoutube.Menanggapi video Panji yang dikenal sebagai sang petualang, aku akan langsung ke topik utama pembicaraan tentang apa saja hal-hal yang ingin kusampaikan.

Menurutku, buaya yang ada di Palu ini tidak akan jadi masalah. Memang muara sungai Palu bukan wilayah konservasi untuk buaya. Maaf kak. Aku mau mengatakan bahwa daerah muara sungai Palu merupakan habitat buaya atau rumah bagi buaya.

Dari berbagai literatur yang pernah kubaca, hewan buas seperti buaya dan ular adalah hewan pemalu yang menyerang jika di ganggu, dan menyerang jika merasa lapar. Kenapa menyerang jika merasa diganggu? Aku sendiri tidak merasa ini adalah serangan. Lebih tepatnya pertahanan diri makhluk yang Tuhan ciptakan hadir di tiap insting seluruh makhluknya. Manusia juga jika merasa terganggu pasti akan mempertahankan diri dengan menyerang apa yang membuat dia merasa diganggu.

Buaya bukanlah bom waktu yang ledakan populasinya bisa membahayakan manusia. Aku pernah berdiskusi hal ini dengan seorang ahli perikanan, Dr. Ir. Fadly Tantu M.Si tahun lalu. Bahwa, ada banyak sekali sumber makanan di sana. Tidak akan habis jika manusia tidak membuatnya habis. Kenapa manusia? Puncak rantai makanan adalah manusia. Manusia bisa membuat hewan menjadi punah. Misalnya : buaya bisa menyerang 10 manusia pertahun. Tapi berapa banyak buaya yang bisa dibinasakan oleh manusia? Silahkan hitung sendiri.

Dan yang paling tidak kusetujui dari 'peringatan' yang dikatakan oleh seorang Panji sendiri, adallah tentang masyarakat lokal yang menganggap buaya adalah nenek moyang sehingga mereka tidak boleh diganggu.

Tahukah anda tentang kearifan lokal? Itu adalah salah satu kearifan lokal. Sangat bijak orang-orang terdahulu mewariskan pengetahuan tradisional yang menyatakan bahwa harus menghargai hewan juga. Bahwa jangan mengganggu jika tidak mau diganggu.

Kupikir, kearifan lokal seperti ini semestinya sudah tertanam erat dalam jiwa seorang Panji jika ia memang petualang sejati. Karena dari pengalaman-pengalaman menjelajah dan bertualang, akan mengakar kearifan lokal dalam diri. Sehingga tidak perlu diperjelas lagi secara rinci karena pemahaman seperti ini sekali lagi, harusnya sudah mengakar dalam hati seorang petualang

Tentang buaya, mereka tidak akan menjadi bom waktu bagi Kota Palu. Dengan Panji menemukan sarang buaya yang di sana banyak sekali buaya beserta telur-telurnya (FYI, ayah saya juga datang ke sana untuk memerhatikan banyaknya sumber makanan mereka) membuktikan bahwa sumber makanan disana cukup bahkan melimpah.

Buaya bukan bom waktu bagi Kota Palu. Melainkan mereka akan menjadi bukti bahwa masyarakat yang hidup di atas tanah kaili ini mampu untuk menjaga dan melestarikan hewan langka, berbeda dengan beberapa sudut di muka bumi yang bahkan menjadikannya pernak-pernik seperti tas dan sepatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline