Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Cerpen | Nyai Rumi

Diperbarui: 19 September 2019   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by pixabay.com

Yai Jati ditemukan mati di dangau. Perkiraan polisi, waktu kematian sudah tiga hari. Tak ada tanda kekerasan atau bunuh diri. Kesimpulan outopsi, itu kematian alami.

"Bilang istrinya, Abang yang terakhir ke situ?"

Mata Kades Badri menatapku. Juga dua orang polisi yang duduk di hadapku. Pelan, Kuanggukkan kepala. Tiga hari lalu, Nyai Rumi, istri Yai Jati. Memintaku mengantarkan gula dan kopi untuk persediaan Yai Jati.

"Iya! Pagi. Sebelum ngojek!"

"Yai tampak sakit?"

"Gak! Sehat. Malah pagi itu, Yai baru keliling kebun!"

Kades Badri anggukkan kepala. Tapi tidak dua pasang mata dari kedua polisi tersebut. Naluri lelakiku tersentak. Kubalas dengan tatapan tajam. Mata kedua penegak hukum itu, beralih memandang Kades Badri. Aku diam menunggu.

Tempat pemakaman itu, berangsur sepi. Tertinggal Nyai Rumi yang masih duduk di sisi gundukan tanah yang memerah dengan aneka bunga dan potongan kecil daun pandan. Aku, Kades Badri dan dua orang polisi, berdiri dengan jarak belasan meter dari kuburan Yai Jati.

Perlahan, Nyai Rumi berdiri. Berbalik badan, dan bergerak pelan menuju ke arah Kades Badri. Wajah layaknya perempuan yang ditinggal mati suami, terpancar di wajah Nyai Rumi. Sekilas Nyai Rumi menatapku. Pun tak kentara, kuanggukkan kepala.

"Kita pulang?"

Suara Kades Badri, diiringi anggukan Nyai Rumi. Empat pasang mata menatapku. Kukira, tatapan mengajak bersama pulang. Aku tersenyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline