Lihat ke Halaman Asli

Zaki Fahminanda

Honesty is a very expensive gift. Do not expect it from cheap people

Rasisme, Amerika, dan Kompleksitasnya di Beberapa Negara

Diperbarui: 15 Juni 2020   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demonstran memadati Portland, Oregon, Amerika Serikat, pada Jumat (29/5/2020) untuk memprotes pembunuhan George Floyd. | Sumber: SIPA USA/JOHN RUDOFF via REUTERS

Meskipun beberapa tahun yang lalu sempat dipimpin oleh Barack Obama, yang merupakan seorang keturunan Afrika-Amerika, namun kentalnya pengaruh rasisme di Amerika Serikat sepertinya masih sangat sulit dihilangkan, bahkan mungkin untuk beberapa tahun ke depan.

Kematian George Floyd beberapa waktu yang lalu akhirnya membuka mata dunia, bahwa tepat di sebuah negara yang disebut sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi, masih ditemukan praktik-praktik ketidakadilan dan diskriminasi yang justru menunjukan bahwa mereka sebenarnya tidak sedang mengamalkan nilai-nilai tersebut.

Tidak perlu heran, karena perlakuan diskriminatif terhadap orang-orang berkulit hitam, coklat, dan kuning bukanlah sebuah hal yang baru atau janggal terjadi di Amerika Serikat. Bahkan dulu, Amerika pernah melegalkan aturan-aturan yang berbau rasisme ini.

Aturan yang dikenal dengan "Jim Crow Laws" ini pernah diberlakukan pada beberapa negara bagian di AS. Aturan tersebut mengamanatkan pemisahan warga kulit putih dengan warga kulit hitam di beberapa aspek. 

Mulai dari membatasi lokasi dan areal perumahan, sekolah, pemakaian transportasi umum, tempat hiburan, dan wisata hingga penggunaan keran air minum.

Meski  warga kulit hitam tetap berhak mendapatkan fasilitas-fasilitas publik, tapi kondisi dari fasilitas yang diberikan tersebut, jauh dari kata layak jika dibandingkan dengan fasilitas yang diterima oleh warga kulit putih.

Dampaknya apa? Selain anggapan sebagai ras superior di kalangan warga kulit putih yang semakin meningkat, para warga kulit hitam merasa diperlakukan sebagai warga kelas dua atau bawahan, meski mereka sama-sama warga negara Amerika Serikat.

(Andrew Caballero/Reynold/AFP)

Slogan Black Lives Matter yang sedang viral saat sekarang ini, sebenarnya telah dikampanyekan sejak 7 tahun yang lalu di Amerika Serikat. Sebuah slogan yang dipicu oleh kematian seorang remaja kulit hitam, yang dibunuh oleh polisi kulit putih pada tahun 2013 lalu.

Kejadian tersebut, diperparah dengan rentetan pembunuhan lainnya yang dilakukan oleh aparat kepolisian AS kepada warga keturunan Afrika-Amerika pada kurun waktu tahun 2014 hingga 2015. 

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh The Guardian pada tahun 2015, jumlah korban warga keturunan Afrika-Amerika yang meninggal di tangan polisi AS mencapai 1.134 jiwa.

Proclamation Of Emancipation

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline